Kamis 26 Oct 2023 10:28 WIB

Gunungkidul dan Kulonprogo Dipilih Jadi Area Pengendalian Wabah Zoonosis

Implementasi konsep penanggulangan zoonosis melibatkan multisektor.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Kegiatan sosialisasi edukasi soal zoonosis (ilustrasi)
Foto: Kementan
Kegiatan sosialisasi edukasi soal zoonosis (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Beny Suharsono mengatakan bahwa wabah zoonosis perlu menjadi perhatian besar. Terlebih, Beny menyebut bahwa pola penyebaran dan penularan wabah zoonosis ini belum sepenuhnya diketahui.

Hal tersebut disampaikan Beny dalam pembukaan Rakor Tim Koordinasi Daerah Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru DIY di Horison Ultima Riss Malioboro, Yogyakarta, Rabu (25/10/2023). Rakor ini juga dilakukan bersama Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) ini.

Zoonosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia, atau sebaliknya. Beny menuturkan zoonosis ini dapat disebabkan oleh tekanan populasi, deforestasi, intensifikasi pertanian, perdagangan global hewan liar, dan konsumsi daging secara berlebihan.

Untuk itu, ia meminta masyarakat agar mengendalikan perilaku yang menjadi penyebab zoonosis. Menurut Beny, jika perilaku yang bisa menjadi penyebab zoonosis ini terus berlanjut, potensi wabah zoonosis juga dapat semakin meningkat.

Terlebih, di DIY tepatnya di Gunungkidul juga pernah terjadi kasus antraks pada manusia hingga menimbulkan korban jiwa. Kasus antraks pada manusia ini terjadi dikarenakan masyarakat mengkonsumsi daging hewan yang sudah positif antraks.

"Kemarin di Gunungkidul terjadi kasus antraks yang telah merenggut korban jiwa dan puluhan warga menjadi suspek antraks. Kejadian ini menjadi peringatan bagi kita semua akan pentingnya pencegahan dan pengendalian zoonosis," kata Beny.

Lebih lanjut dikatakan, dalam pencegahan dan penanggulangan wabah zoonosis diperlukan penguatan koordinasi struktural antara pemerintah pusat dan daerah, serta kolaborasi dari berbagai pihak.

Menghadapi kompleksitas zoonosis, katanya, dibutuhkan pendekatan terintegratif pada hubungan antara manusia, hewan, peternakan, satwa liar, dan lingkungan sosial, serta ekologinya.

Beny pun menyambut baik kerja sama yang dilakukan dengan AIHSP dalam pencegahan dan pengendalian zoonosis, termasuk penyakit infeksius baru lainnya di DIY. Bahkan, DIY juga telah menetapkan program AIHSP melalui Keputusan Gubernur Nomor 227/TIM/2021 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan AIHSP DIY sejak 28 September 2021.

Beny pun berharap rakor bersama AIHSP ini mampu menghasilkan susunan Raker Tahunan Tim Koordinasi Daerah Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru DIY. Selain itu, juga diharapkan mampu mengidentifikasi sumber penganggaran kegiatan, dan mendiskusikan skema keberlanjutan untuk Tim Koordinasi Daerah Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru DIY.

Sementara itu, Koordinator AISHP Wilayah DIY, Novia Purnamasari mengatakan, interaksi antara hewan dan manusia dapat menimbulkan masalah kesehatan zoonosis, baik yang bersifat emerging maupun reemerging. Masalah kesehatan ini dikatakan sangat serius dan membutuhkan respons cepat agar tidak berkembang menjadi wabah.

Novia menjelaskan, pihaknya juga telah memilih Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo sebagai kabupaten area kerja dalam pencegahan dan pengendalian zoonosis, serta penyakit infeksius baru. Pemilihan dua kabupaten tersebut, katanya, sudah melalui proses konsultasi antara AIHSP dan Pemda DIY untuk mencegah zoonosis dan penyakit infeksius baru.

“Kasus antraks yang sempat terjadi di Gunungkidul beberapa waktu menjadi alasan mengapa kami memilih kabupaten tersebut,” ujar Novia.

Novia menyebut rakor tersebut juga merupakan bagian dari upaya mengimplementasikan konsep penanggulangan zoonosis yang melibatkan multisektor. Pasalnya, penyakit infeksi zoonosis ini memerlukan tindakan teknis yang didukung oleh Forkopimda.

DIY sendiri, katanya, telah menyiapkan dukungan sumber daya dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakit infeksius baru dengan melibatkan multisektor.

“Pengendalian zoonosis dan penyakit infeksius DIY telah didukung oleh sektor kesehatan masyarakat, sektor kesehatan hewan, sektor kesehatan lingkungan hidup, TNI, perguruan tinggi, jurnalis, sektor swasta, dan lainnya,” jelas Novia.

Untuk itu, Novia berharap dari rakor ini dapat menghasilkan rencana kerja tahunan. Selain itu juga diharapkan bisa mengidentifikasi sumber penganggaran kegiatan tim koordinasi DIY.

"Juga mampu menghasilkan skema keberatan untuk Tim Koordinasi Daerah Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan penyakit infeksius baru untuk DIY," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement