Selasa 31 Oct 2023 07:50 WIB

Transaksi EDC Pakai Data Nasabah, Oknum Karyawan Bank di Semarang Diringkus

Korban mendapat tagihan hingga mencapai Rp 3 miliar.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
 Konferensi pers pengungkapan kasus kejahatan perbankan dan ITE di Mako Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.
Foto: Bowo Pribadi
Konferensi pers pengungkapan kasus kejahatan perbankan dan ITE di Mako Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah kembali mengungkap tindak kejahatan berbasis penyalahgunaan data nasabah.

Kali ini, data nasabah yang telah disalahgunakan ini dimanfaatkan untuk penerbitan rekening dan transaksi electronic data capture (EDC) di sebuah bank di Kota Semarang.

Dari empat orang tersangka yang telah diamankan dan kini telah diproses hukum tersebut, dua di antaranya adalah oknum mantan karyawan sebuah kantor cabang bank terkemuka.

Kedua mantan pegawai bank ini menggunakan data KTP elektronik orang lain untuk membuat rekening dan penerbitan transaksi mesin EDC di luar sepengetahuan pemilik identitas yang sah.

“Sehingga ini sangat merugikan pihak pemilik identitas yang sah,” ungkap Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, dalam konferensi pers di Semarang, Senin (30/10/2023).

Menurut dia, dua pelaku oknum karyawan bank dan telah diamankan masing-masing berinisial SAN (31) serta DY (31).

Modusnya adalah menggunakan data pribadi orang lain tanpa izin yang bersangkutan untuk pembukaan rekening dan mesin EDC yang kemudian diberikan kepada orang lain untuk transaksi gesek tunai (gestun).

Orang lain yang dimaksud dalam hal ini adalah tersangka SL (50) dan YS (35). “Sehingga tindak kejahatan ini melibatkan empat orang tersangka,” jelas Dwi Subagio.

Tindakan pelaku ini, ungkap dia, sudah dilakukan sejak 2020 lalu dan menyebabkan korban mengalami kerugian akibat tagihan pajak transaksi yang harus dibayar mencapai miliaran rupiah.

“Di sisi lain, para tersangka menikmati uang dari bonus insentif penerbitan mesin EDC dan uang hasil transaksi mesin EDC (tanpa pajak transaksi) tersebut," ungkapnya.

Kasus tersebut terungkap setelah korban yang datanya disalahgunakan melapor bahwa dirinya mendapat tagihan atas transaksi keuangan yang tidak pernah dilakukannya hingga mencapai Rp 3 miliar.

Laporan ini kemudian ditindaklanjuti petugas dan setelah didalami ditemukan indikasi tindak pidana perbankan dan ITE yang dilakukan oleh dua orang oknum karyawan bank dan dua orang rekannya.

Dalam tindak kejahatan ini, tersangka SAN dan DY diuntungkan dengan mendapat insentif bonus penerbitan EDC dan transaksi keuangan sebesar Rp 250 ribu per mesin EDC.

Sedangkan tersangka SL dan YS diuntungkan fee transaksi sebesar 0,3 - 1 persen, dari tiap transaksi per mesin EDC tanpa tagihan pajak.

Akibat transaksi yang telah dilakukan para tersangka, pelapor yang menjadi korban mengalami kerugian berupa pajak transaksi yang harus dibayar hingga senilai Rp 3 miliar.

“Padahal korban in tidak pernah melakukan transaksi seperti yang dimaksudkan tersebut,” jelas Dwi Subagio, didampingi Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Satake Bayu Setianto.

Dirreskrimsus juga menyampaikan, dari empat orang tersangka, tiga orang di antaranya sudah diserahkan ke pihak kejaksaan dan satu orang tersangka berinisial SAN rencananya menyusul pekan ini.

Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan pasal 49 ayat 1 huruf a Undang–Undang Perbankan dan pasal 51 ayat 1 jo pasal 35 Undang-Undang ITE.

“Ancaman hukumannya maksimal pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak sebesar Rp 12 miliar,” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement