Kamis 09 Nov 2023 04:16 WIB

Mengapa Banyak Sarjana di Indonesia Menganggur?

Banyak lulusan Indonesia yang hanya memiliki kemampuan rata-rata.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Sarjana Muda Mencari Kerja
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi Sarjana Muda Mencari Kerja

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pandemi Covid-19 telah membawa banyak perubahan pada tatanan dunia. Di balik matinya aktivitas manusia pada saat itu, tak sedikit perubahan positif yang diberikan.

Pendiri dan CEO Mudif Consulting, M Adnan  Fatro menyatakan, salah satu perubahan positif yang diberikan berupa kemajuan teknologi. Tidak hanya itu, cara berpikir dan penyebaran informasi yang berkembang pesat.

Baca Juga

"Perubahan itu kini menjadi kebiasaan baru yang tak dapat ditolak keberadaannya," ucapnya dalam Kuliah Tamu Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada 4 November lalu.

Adnan menjelaskan, dilansir dari studi Mckinsey Global Institute pada 2017, ada sekitar puluhan juta masyarakat Amerika dan Jerman yang berpotensi menjadi pengangguran pada 2030. Hal ini disebabkan karena perubahan teknologi yang pesat dan menggeser lapangan pekerjaan manusia. Situasi ini juga yang membuat masyarakat Indonesia menjadi tidak produktif dan hanya mengandalkan teknologi. 

Berdasarkan data riset Kemenristekdikti, 80 persen masyarakat Indonesia tidak melakukan hal yang produktif. Sebanyak 600 ribu sarjana menjadi pengangguran yang tidak memiliki kemampuan yang tepat. Hal ini dikarenakan banyak lulusan Indonesia yang hanya memiliki kemampuan rata-rata.

Menurutnya, penyebab gagalnya seseorang itu adalah adanya standar yang diciptakan di kalangan masyarakat. Terlebih, masyarakat selalu membandingkan kesuksesan diri sendiri dengan orang lain. Sebab itu, tercipta standar umum kesuksesan di masyarakat yaitu harta, jabatan, ilmu, dan disukai orang lain. 

Masyarakat juga takut bahwa pekerjaannya akan digeser oleh adanya Artificial Intelegent (AI). Padahal, kecerdasan buatan atau AI patut dikolaborasikan bersama dengan manusia, yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru yang tentu bermanfaat. 

Menurut dia, manusia tidak akan digantikan oleh kecerdasan buatan. "Tetapi akan digantikan oleh manusia lain yang bisa menggunakan kecerdasan buatan," jelasnya dalam keterangan resmi yang diterima Republika.

Sementara itu, Dekan Fakultas Teknik UMM, Profesor Ilyas Masudin menyampaikan, mahasiswa perlu membuat rencana terhadap apa yang dicita-citakan. Hal ini juga akan membantunya untuk mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan dunia kerja sehingga tidak akan tergerus dengan adanya teknologi. Hal ini juga dipersiapkan oleh UMM melalui adanya program Center of Excellent (CoE) untuk mempersiapkan mahasiswanya ke jenjang karier yang lebih tinggi.

Tidak hanya terfokus pada konsentrasi jurusan yang ditempuhnya, tetapi juga membekali mahasiswa dengan kemampuan yang dapat diasah sesuai minatnya.Oleh karena itu, dia yakin acara ini mampu semakin membuka wawasan mahasiswa mengenai dunia kerja. "Saya kira, pekerjaan yang baik adalah memberi pekerjaan bagi orang lain," kata dia menambahkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement