Senin 27 Nov 2023 08:42 WIB

Pertumbuhan Industri Hotel di Bantul Cenderung Lambat, Ini Penjelasan PHRI

Untuk membangun hotel perlu studi kelayakan.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Kamar hotel/ilustrasi
Foto: wikipedia
Kamar hotel/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Pertumbuhan industri perhotelan di Kabupaten Bantul, DIY, saat ini masih cenderung lambat. Ini ditandai dengan banyaknya wisatawan yang hanya datang berkunjung ke Bantul, namun menginap di kota atau kabupaten lain.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bantul, Yohanes Hendra mengatakan, untuk mendorong pertumbuhan industri perhotelan di Bantul, ia telah menyampaikan agar perizinan Nomor Induk Berusaha (NIB) hotel dipermudah.

Sebab menurutnya, untuk membangun hotel perlu studi kelayakan, bahkan harus ada izin prinsipnya. “Ada aspek tata ruangnya juga, kan tidak semudah itu,” kata dia.

Menurutnya, kemungkinan investor kurang berminat untuk mengembangkan bisnis hotel di Bantul lantaran prosesnya yang lebih sulit dibandingkan kota atau kabupaten lain.

Oleh sebab itu, ia berharap para stakeholder atau pemangku kebijakan dapat bertemu dan berdiskusi, supaya investor dapat melirik Bantul untuk mengembangkan investasi perhotelan di wilayah setempat. Dengan berkembangnya industri perhotelan, maka akan menunjang tingkat length of stay wisatawan di Bantul.

“Tapi saya tidak menyampaikan Pemda Bantul mempersulit. Pemda Bantul open,” tegasnya. Tidak hanya dengan mempermudah akses perizinannya, pemangku kebijakan juga harus saling berkoordinasi dengan asosiasi yang ada agar bisa menggaet investor.

Ia mengungkapkan, sudah ada beberapa investor yang tertarik untuk menanam modal perhotelan di Bantul. Akan tetapi mereka menemui beberapa hambatan ketika melihat track record dan latar belakang lokasi.

Bahkan terkadang para investor harus menghadapi protes dari warga. Untuk itu, ia menilai, pendekatan sosial sangat penting, agar masyarakat paham bahwa pendirian hotel tidak akan menyingkirkan masyarakat atau usaha kecil lainnya.

“Dengan adanya penambahan hotel yang ada di Kabupaten Bantul tentunya akan ada peluang untuk lapangan kerja,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Bantul, Kwintarto Heru Prabowo menambahkan, investor membutuhkan letak yang strategis untuk mengembangkan bisnis perhotelan. Akan tetapi, hampir semua titik kumpul wisatawan yang datang ke DIY berada di Kota Yogyakarta.

Ini yang menjadi alasan para investor lebih memilih berinvestasi di area sekitar Kota Yogyakarta. “Ketika di Yogya sudah menjamur, di Bantul memang tidak begitu mudah mengembangkan perhotelan. Walaupun peluang itu tetap ada,” kata Kwintarto.

Salah satu penyebabnya, kurangnya wisata malam yang dapat membuat wisatawan menginap di dekat kawasan pariwisata tersebut. Ia mengakui bahwa di Bantul sendiri belum memiliki banyak wisata malam seperti Malioboro.

Meskipun pengembangan wisata di wilayah Bantul selatan cukup prospektif, belum banyaknya wisata malam membuat investor masih memperhitungkan untuk berinvestasi perhotelan di Bantul.

“Sekarang memang pangsa pasarnya belum banyak, sehingga memang belum ada kecocokan antara kebutuhan investor dengan kondisi lapangan yang ada,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement