Rabu 06 Dec 2023 12:23 WIB

Kelola Aset Lahan, Kerja Sama Pemkot Semarang dengan Petani Mulai 2024

Banyak lahan bengkok kelurahan dan kecamatan belum termanfaatkan.

Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (tengah)
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan kerja sama pengelolaan lahan aset milik pemerintah kota dengan petani bisa dimulai tahun depan setelah proses inventarisasi lahan rampung.

"Ini lagi diinventarisir. Moga-moga di Desember ini selesai sehingga Januari-Februari 2024 bisa dilakukan kerja sama untuk ketahanan pangan," kata Ita, sapaan akrab Hevearita di Semarang.

Hal tersebut disampaikan orang nomor satu di Kota Semarang itu saat Peluncuran Sertifikat Elektronik dan Penyerahan Sertifikat Hak Atas Tanah di Balai Kota Semarang.

Menurut dia, pemkot memang berencana memanfaatkan lahan-lahan tidur, seperti tanah bengkok untuk ditanami berbagai tanaman pangan untuk memperkuat ketahanan pangan.

Untuk melakukan inventarisasi aset pemkot, ditugaskan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Semarang yang dimungkinkan segera rampung.

"Kami sedang melakukan inventarisasi oleh BPKAD tanah-tanah yang selama ini peruntukannya sewa. Tetapi, bagi petani biaya (sewa) masih terlalu tinggi," katanya.

Karena itu, solusinya adalah dilakukan pengubahan mekanisme sewa lahan menjadi bagi hasil dengan diawali pemindahan pengelolaan aset ke Dinas Pertanian. "Makanya, kami alihkan ke Dinas Pertanian. Nanti modelnya bagi hasil," ujar dia.

Sebelumnya, Ita mengatakan, banyak lahan bengkok kelurahan dan kecamatan yang tersebar di berbagai wilayah selama ini belum termanfaatkan secara maksimal. Meskipun ada yang bersebelahan dengan areal persawahan.

Masyarakat yang merupakan petani sekitar sebenarnya mau menggarap bengkok lahan tersebut, kata dia, tetapi karena sistemnya sewa sehingga mereka keberatan karena mahal.

Di sisi lain, lahan tersebut tidak laku ketika akan disewakan, mengingat lokasinya yang tidak strategis, misalnya berada di dalam atau pinggir sungai.

"Contoh di daerah Cepoko, aset pemkot berupa bengkok tapi enggak laku (disewakan). Saya tanya (petani) kenapa enggak ditanami? Mereka bilang mahal karena sewa. Kalau sistem bagi hasil kan beda," katanya.

Dengan kerja sama itu, Ita berharap lahan-lahan bengkok nantinya bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan pangan Kota Semarang, terutama ketika terjadi kenaikan harga komoditas pangan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement