Jumat 08 Dec 2023 08:51 WIB

Eksekutif Mahasiswa UB Soroti Sejumlah Kontroversi Pemilu 2024

Beberapa lembaga negara dinilai mempertontonkan pembangkangan pada supremasi hukum.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (UB)
Foto: Republika/Wilda Fizriyani 
Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (UB)

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Eksekutif mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) menyoroti sejumlah kontroversi yang terjadi sepanjang rangkaian persiapan hingga pelaksanaan tahapan Pemilu 2024. Hal ini terutama sejumlah tindakan yang dianggap sebagai pembangkangan terhadap supremasi hukum.

Presiden EM UB, Rafly Rayhan Al Khajri menilai, saat ini KPU sebagai penyelenggara Pemilu 2024 semakin menjauh dari supremasi hukum. Sederet kontroversi dan pembangkangan terhadap putusan pengadilan diambil KPU tanpa rasa malu dan segan. 

Tak hanya KPU, beberapa lembaga negara yang menjadi pilar demokrasi juga secara terang benderang mempertontonkan pembangkangannya terhadap supremasi hukum. "Mulai dari Presiden, Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Intelijen Negara (BIN), hingga Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi)," katanya saat dikonfirmasi Republika. 

Khusus konteks Pemilu 2024 sebagai hulu pelaksanaan demokrasi, pihaknya telah menyorot deretan kontroversi yang merupakan tindakan pembangkangan terhadap supremasi hukum. Hal ini terutama sepanjang rangkaian persiapan hingga pelaksanaan tahapan Pemilu 2024.

Kontroversi pertama terkait Presiden Joko Widodo yang merombak aturan ihwal izin menteri atau pejabat setingkat menteri yang ikut pemilihan presiden atau Pilpres 2024 tak harus mundur dari jabatannya. Aturan tersebut tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2023. Kebijakan tersebut berpotensi membuka ruang konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang seperti penggunaan fasilitas negara yang dapat dimanfaatkan untuk menaikkan elektabilitas dan popularitas calon. 

Kontroversi kedua mengenai pembangkangan KPU terhadap Putusan MA Nomor 24/P/HUM/2023 yang menyatakan penghitungan keterwakilan 30 persen caleg perempuan dengan metode pembulatan ke bawah melanggar UU Pemilu. Putusan itu sudah terbit sejak 29 Agustus 2023, namun KPU tidak melakukan perbaikan atas Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 (PKPU 10/2023) tentang pencalegan.

Untuk diketahui, daftar calon tetap (DCT) anggota DPR RI yang ditetapkan KPU RI per 3 November 2023, ada 267 DCT dari 17 partai politik yang jumlah caleg perempuannya di bawah 30 persen. "Hal ini bertentangan dengan amanat Pasal 245 UU Pemilu, PKPU 10/2023, dan putusan MA, bahwa afirmasi caleg perempuan paling sedikit 30 persen di setiap dapil," katanya.

EM UB juga menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut bersifat standar ganda karena meskipun MK mendukung kebijakan syarat usia adalah kebijakan terbuka (open legal policy) dari pembuat undang-undang dalam hal ini DPR, MK justru memberikan syarat tambahan yang berdasarkan pengalaman di jabatan tertentu. MK sebagai negative legislator tidak semestinya membuat norma baru yang merupakan wewenang DPR.

Selanjutnya, pihaknya menyoroti adanya upaya penggunaan sumber daya Aparatur Sipil Negara (ASN) dan perangkat desa di dalam kampanye pasangan Pilpres tertentu. Hal ini seperti dugaan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh Apdesi di dalam kegiatan Desa Bersatu. 

Menurut dia, kegiatan tersebut merupakan bentuk ketidakhati-hatian. Bahkan, pengabaian terhadap ketentuan larangan dalam kampanye sebagaimana diatur di dalam Pasal 280 Ayat (2) huruf h dan i UU Pemilu. Hingga saat ini, belum terdapat putusan Bawaslu atas dugaan pelanggaran tersebut. 

Dugaan pengerahan lembaga negara seperti BIN untuk membantu pemenangan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden tertentu juga turut disoroti. Contoh nyatanya, yakni adanya dokumen Pakta Integritas antara Yan Piet Mosso sebagai Pj. Bupati Sorong dengan Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Papua Barat, Brigjen TNI TSP Silaban. 

Dokumen yang beredar di dunia maya tersebut berisikan terkait komitmen dukungan Pj Bupati Sorong kepada Calon Presiden tertentu berupa mencari dukungan suara minimal 60%+1 di daerah pemilihan Kabupaten Sorong. "Kendatipun, hal tersebut dibantah oleh berbagai pihak namun hingga saat ini Bawaslu belum memberikan putusan apa pun," ungkapnya.

Di sisi lain, potensi penggunaan intelijen untuk kepentingan politik elektoral tertentu sangat besar mengingat adanya hubungan langsung Presiden dengan Kepala BIN. Kecurigaan itu semakin diperkuat ketika Presiden RI mengaku telah mengantongi data intelijen yang menunjukkan arah geraknya partai politik. Meskipun data intelijen memang menjadi kewenangan presiden untuk mengakses, seharusnya data tersebut tidak digunakan untuk kepentingan politik pribadi. 

Berdasarkan situasi dan kondisi tersebut, EM UB menyatakan sikap untuk mendesak seluruh lembaga negara yang menjadi pilar demokrasi guna menghentikan penggunaan fasilitas dan alat negara demi kepentingan Paslon tertentu. Mereka harus menjamin netralitas lembaga negara dari keberpihakan politik elektoral; 

EM UB juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut PP Nomor 53 Tahun 2023. Kemudian melakukan pemberhentian kepada menteri atau pejabat setingkat menteri yang menjadi peserta Pemilu 2024. Hal ini semata-mata demi optimalisasi tugas dan tanggung jawab kementerian negara 

Pihaknya juga mendesak Bawaslu dan DKPP bersikap tegas dan cepat dalam merespon dugaan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh KPU maupun Peserta Pemilu. Kemudian diminta meninjau kembali keterwakilan perempuan dalam Pemilu Legislatif 2024 sesuai dengan aturan awal yang berlaku.

EM UB menolak segala bentuk praktik penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan kelompok atau golongan atau dinasti (keluarga) tertentu. Langkah ini penting demi berlangsungnya demokrasi yang jujur dan adil.

Selanjutnya, pihaknya mendesak Kementerian PAN-RB dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menyelidiki dan menindak tegas ASN yang terlibat dalam kampanye Calon/Pasangan Calon yang berkontestasi dalam Pemilu 2024. Kedua kementerian tersebut harus memberikan sanksi etik jika ASN terbukti terlibat di dalamnya.

EM UB juga mendesak TNI dan Polri untuk bersikap netral selama pelaksanaan Pemilu 2024. Mereka harus memberikan jaminan terhadap kebebasan sipil dan demokrasi. Semua ini demi tegaknya supremasi hukum dan demokrasi yang berkeadilan.

Terakhir, dia mengajak seluruh akademisi dan elemen masyarakat sipil untuk bersama-sama mengawal Pemilu 2024 yang bersih dan pro demokrasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement