REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang 2023 sejak Januari hingga 18 Oktober 2023, tercatat Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri) ada 971 kasus bunuh diri di Indonesia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bunuh diri adalah penyebab kematian terbesar keempat di antara orang-orang berusia 15-29 tahun di seluruh dunia.
"Fenomena bunuh diri di Indonesia perlu perhatian serius, ada 971 kasus bunuh diri Januari sampai Oktober 2023, terbanyak di Jawa Tengah," kata Wakil Ketua Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga (PRK) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Zahrotun Nihayah, kepada Republika, Jumat (15/12/2023)
Prof Nihayah mengatakan, faktor penyebab bunuh diri di antaranya adalah stres dan depresi. Jika kasus bunuh diri dialami remaja, kemungkinan karena konsep diri yang salah, yang membuat individu tidak berharga, tidak diinginkan dan merasa tidak ada yang mengasihinya.
Ia menjelaskan, faktor lain dari penyebab bunuh diri adalah kesepian, perasaan menjadi beban, tidak terpenuhinya sebuah keinginan, dan putus asa.
Untuk mencegah bunuh diri, Prof Nihayah mengatakan, harus menghentikan stigma, kenali tanda peringatan bunuh diri, adakan pendekatan dan memahami situsai dan kondisi sebagai tanda, konsultasi dan minta bantuan ahli atau profesional, dan interaksi dengan lingkungan yang positif.
"Strategi pendekatannya memperkuat dukungan ekonomi, menciptakan lingkungan yang protektif dengan menguruangi akses pada tempat bagi orang yang berisiko bunuh diri, menciptakan budaya kerja dan organisasi yang sehat, meningkatkan akses perawatan bagi korban percobaan bunuh diri, mempromosikan koneksi yang sehat, mengajarkan keterampilan pemecahan masalah yang baik," ujarnya.
Belum lama ini terjadi kasus dugaan bunuh diri satu keluarga di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sebelumnya, seorang ayah di Jakarta membunuh empat anaknya dan melakukan percobaan bunuh diri. Berita pembunuhan atau perampokan dengan cara membunuh juga bermunculan.
Melihat fenomena tersebut, Ketua Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Masyhuril Khamis mengatakan, saat ini manusia telah kehilangan jati dirinya sebagai mahluk mulia. Mereka telah dikuasai syahwat, dikuasai pengaruh emosi yang tidak terkendali.
"Hal ini dipengaruhi banyak hal, pastinya kurangnya nilai agama, cepat putus asa dari rahmat Allah, ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan mengonsumsi alkohol, narkoba, judi, dan pornografi, sehingga untuk sebuah keterpaksaan apapun solusinya menurut mereka adalah bunuh diri," kata Kiai Masyhuril kepada Republika, Rabu (13/12/2023)
Kiai Masyhuril mengatakan, faktor lainnya adalah kurang sabar terhadap problem yang mereka hadapi. Misalnya problem ekonomi atau merasa diasingkan dari pergaulan.
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Al Washliyah ini, sebenarnya seseorang yang sering bersilaturahmi, bersosialisasi, berkomunikasi dengan teman, keluarga dan tetangga tentulah hal ini (bunuh diri) tidak akan terjadi. Sebab manusia khususnya Muslim diajarkan untuk hidup saling tolong-menolong.
Ia menerangkan, bagaimana sebaiknya umat Islam menyikapi fenomena bunuh diri tersebut. Yaitu dengan meningkatkan nilai-nilai agama dalam kehidupan.
"Sikap kita (sebagai Muslim), tingkatkan nilai-nilai agama, nilai-nilai silaturahim, hindarkan diri dari makanan dan minuman yang diharamkan," ujar Kiai Masyhuril.