Rabu 10 Jan 2024 14:17 WIB

Kopi dan Pesta Demokrasi 

Untuk kenikmatan kopi yang sempurna, memang butuh waktu.

Kopi (ilustrasi)
Foto: Wikimedia
Kopi (ilustrasi)

Oleh : Zainudin Zukhri (Pengajar dan Peneliti Bidang Optimasi dan Efisiensi di Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia)

REPUBLIKA.CO.ID, Tidak lama lagi, Indonesia akan menyelenggarakan pesta demokrasi yang memungkinkan rakyatnya memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Ini bagaikan kopi yang telah tersaji, siap untuk dinikmati. Kopi di sini bukan hanya metafora, melainkan refleksi dari kekayaan Indonesia yang dikenal sebagai salah satu produsen kopi terkemuka di dunia. 

Kopi bukan sekadar komoditas yang mempopulerkan Indonesia, namun ternyata cara meracik, menyuguhkan dan meminumnya kalau diperhatikan akan serupa dengan penyelenggaraan pemilu. 

Hampir di setiap sudut negeri ini terdapat kopi lokal yang unik. Ambil contoh Yogyakarta yang terkenal dengan kopi jos, kopi dengan celupan bara api. Lalu Aceh dengan kopi tarik dan kopi walik yang disajikan keahlian khusus. Sementara itu, Sumatera Barat dengan kopi talua dengan tambahan kuning telur, Medan dengan kopi durian yang lezat. Itu semua hanya sekelumit kopi lokal di negeri ini, hampir setiap daerah memiliki tradisi minum kopi yang khas. 

Walau ada kekhasan di setiap kopi lokal namun ada kesamaan dari tradisi kopi lokal itu, yakni tak satu pun di antaranya yang dapat dinikmati dengan segera. Proses peracikan hingga penyajiannya membutuhkan waktu yang panjang. 

Ini adalah cara bangsa Indonesia menikmati kopi, sebuah praktik yang telah mendarah daging. Kopi tidak sekadar diminum, melainkan diseruput sambil menikmati suasana tanah surga yang tiada duanya. 

Untuk kenikmatan kopi yang sempurna, memang butuh waktu. Kata pecinta kopi, nikmat kopi bukan terletak pada rasanya, tetapi pada proses pembuatannya. Setiap tetes kopi yang kita nikmati adalah puncak dari serangkaian proses yang dilakukan dengan cermat dan penuh kesabaran, dimulai dari memilih biji, menggiling, hingga akhirnya menyeduh. 

Begitu pula dengan pesta demokrasi kita. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memutuskan 'timeline' panjang jauh sebelum hari pemungutan suara, dari perencanaan program, penyusunan anggaran, pemungutan dan penghitungan suara hingga pengambilan sumpah kandidat terpilih. Setiap langkah sangat penting untuk memastikan bahwa pemilu berjalan sesuai asas luber jurdil. 

Model "majority run-oN" yang kita anut bagaikan proses pembuatan kopi; tidak tergesa-gesa dan harus teliti pada setiap langkahnya. Dalam model ini, jika tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara mayoritas absolut dalam putaran pertama, kita melanjutkan ke putaran kedua. 

Ini memastikan bahwa pemenang pemilu benar-benar mewakili keinginan mayoritas rakyat. Seperti halnya ketika menikmati kopi, setiap fase penyajian menambah kedalaman rasa. Dalam pemilu, setiap tahapan pemilu menambah legitimasi dan kekuatan pada hasil akhir. 

Dalam konteks efisiensi terdapat kopi espresso yang esensial, praktis dan cepat saji. Terdapat 'one shot' espresso menyuguhkan konsentrasi rasa dalam takaran ringan dan 'double shot' untuk mendapatkan level libat duanya. 

Kopi espresso harus dinikmati dalam tempo yang singkat agar tidak kehilangan kenikmatannya yang menguap seiring hilangnya krema atau buih hasil dari proses oksidasi dalam pembuatannya. Analogi ini mungkin mengingatkan kita pada konsep pemilu 'Instant RunoN Voting'. Sama seperti 'double shot' espresso yang memberi sensasi ganda dalam sekali minum, 'Instant RunoN Voting' memungkinkan pemilihan umum yang efisien dengan menentukan pemenang dalam satu putaran saja. 

Model ini menghindari kebutuhan akan pemilihan putaran kedua, yang sering kali memakan biaya dan waktu tambahan, namun tetap mempertahankan bobot dan legitimasi suara rakyat. Dalam model ini, pemilih memberi peringkat kandidat mereka, dan jika tidak ada yang memperoleh mayoritas absolut, suara untuk kandidat dengan peringkat terendah dialihkan ke pilihan kedua pemilih. 

Proses ini diulangi hingga salah satu kandidat mencapai mayoritas yang dibutuhkan. Pemilu 'Instant RunoN Voting' mungkin belum diterapkan untuk pemilu 2024 di Indonesia, namun menjadi sebuah ide yang layak dipertimbangkan untuk masa depan, terutama mengingat beban utang negara kita yang besar. 

Memilih model pemilu yang lebih efisien dan hemat bisa menjadi langkah yang bijaksana dalam mengoptimalkan pengelolaan sumber daya negara. Dalam konteks ini, 'Instant RunoN Voting' bukan hanya tentang kecepatan, melainkan tentang bagaimana kita dapat membuat proses pemilihan umum lebih efektif dan efisien, tanpa mengorbankan kualitas dan integritas demokrasi kita. 

Kopi instan, dalam konteks kehidupan sehari-hari kita, menjadi metafora yang menarik untuk proses 'quick count' atau hitung cepat dalam pemilu. Sama seperti kopi instan yang dapat disiapkan dengan cepat dan praktis oleh siapa saja, tanpa memerlukan keahlian khusus barista, 'quick count' adalah semacam hiburan dalam pesta demokrasi kita. 

Lembaga survei yang menyelenggarakan 'quick count' mirip dengan grup pertunjukan di sebuah acara pesta, yang kehadirannya bukan merupakan elemen esensial, tetapi memberikan nuansa tambahan yang meriah dan menarik. Daripada tegang dalam menunggu hasil akhir penghitungan suara, masyarakat dapat menikmati hiburan tambahan berupa hasil 'quick count' dari berbagai lembaga survei yang memberikan gambaran awal dan sementara dari hasil pemilu, bak alunan musik atau pertunjukan menarik dalam pesta. 

'Quick count' memberikan alternatif untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi masyarakat yang menantikan hasil akhir pemilu, pelepas dahaga instan yang rasanya tidak kalah enak dalam waktu yang singkat. Meski demikian, kopi instan tetap tidak akan sama dengan kopi yang diracik barista, 'quick count' juga bukan pengganti dari hasil resmi yang diumumkan oleh KPU. 

Dengan segala aspek dan pertimbangan, kita berharap pemilu mendatang akan berjalan dengan lancar. Kita menginginkan pemilu yang tidak hanya efisien tetapi juga menghasilkan pemimpin yang benar-benar mencerminkan aspirasi rakyat. Selain itu, jangan lupakan pepatah pengalaman adalah guru terbaik. 

Sejarah duka pemilu 2019, bukti kerja keras dan pengorbanan para petugas pemilu harus dijadikan pelajaran. Kita berharap tidak ada lagi lembaran duka yang terulang, dan pemilu kali ini akan menjadi momen kebanggaan nasional. 

Setelah menyeruput kopi, sekali lagi jangan lupa berdoa, semoga pemilu kali ini juga akan menjadi momen, saat kita semua sebagai bangsa dapat menikmati hasil dari proses yang kita jalani bersama sebagai bangsa yang berdemokrasi—pemimpin baru, harapan baru, dan langkah baru menuju masa depan Indonesia yang lebih gemilang. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement