Selasa 19 Mar 2024 15:02 WIB

Dugaan Santri Dicabuli Pengasuh Pesantren Diusut, Kemenag Trenggalek: Jangan Ditutupi

Kemenag Trenggalek menyebut ponpes terkait kasus itu sudah memiliki Izop.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Irfan Fitrat
(ILUSTRASI) Garis polisi.
Foto: Antara/Jafkhairi
(ILUSTRASI) Garis polisi.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, mendukung pengusutan kasus dugaan pencabulan santri di salah satu pondok pesantren (ponpes) wilayah Kecamatan Karangan. Pencabulan itu diduga dilakukan pengasuh ponpes, yang merupakan bapak dan anak, berinisial M (72 tahun) dan F (37).

Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Trenggalek Mohammad Nur Ibadi mengatakan, pihaknya mendukung penuh penyidikan yang dilakukan kepolisian. Menurut dia, pengungkapan kasus tersebut sangat penting untuk menjaga citra baik pesantren.

Baca Juga

“Jadi, agar tidak digeneralisasi semua pondok pesantren sama. (Kasus) itu hanya oknum saja. Jalankan proses hukum, jangan ditutup-tutupi. Kiai kan banyak. Kasihan kiai yang besar dan pondok pesantren yang bagus jika semua dicap sama,” kata Ibadi, Selasa (19/3/2024).

Ihwal ponpes di Kecamatan Karangan yang terkait kasus pencabulan itu, menurut Ibadi, sudah memiliki Izin Operasional Pendirian Madrasah (Izop). Izop dikeluarkan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag.

“Pondok pesantren tersebut memiliki lima Izop, yaitu Izop pondok pesantren, SMK, madrasah aliyah, SMP, dan madrasah diniyah,” ujar Ibadi.

Ibadi menjelaskan, ketika sudah memiliki Izop, artinya ponpes tersebut memenuhi lima rukun (arkanul ma’had), sebagaimana Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Di antaranya, kata dia, memiliki kiai yang sanad ilmunya jelas dan mukim di ponpes. 

Selain itu, memiliki santri minimal 15 orang, memiliki masjid, memiliki asrama, dan pengajian kitab kuning. “Karena sudah sesuai dengan arkanul ma’had, jadi Izop pun diterbitkan,” ujar Ibadi.

Dengan dilakukannya pengusutan kasus dugaan pencabulan di ponpes tersebut, Ibadi mengatakan, Kemenag tidak begitu saja bisa langsung mencabut izin operasionalnya. Untuk itu, kata dia, dibutuhkan rapat lintas sektoral dengan berbagai pihak, seperti Polres Trenggalek, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Dinas Pendidikan.

“Misalnya, rekomendasinya paling ekstrem pencabutan Izop, maka nanti akan kami buatkan berita acara kami bersurat ke Dirjen Pendis (Kemenag),” kata Ibadi.

Polres Trenggalek sudah menetapkan dua pengasuh ponpes, berinisial M dan F, sebagai tersangka kasus pencabulan terhadap santri. Kepala Polres (Kapolres) Trenggalek AKBP Gathut Bowo Supriyono mengatakan, penyidik sudah memeriksa lebih dari lima orang saksi terkait kasus tersebut. Sementara orang yang diduga korban dan sudah memberikan keterangan sebanyak sepuluh orang.

“Kemungkinan penambahan korban bisa terjadi karena masih ada pemeriksaan saksi lagi siapa-siapa saja yang menjadi korban karena tidak semuanya mau bercerita,” ujar Kapolres.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement