REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Toleransi di Indonesia, khususnya toleransi dalam beragama dan berpolitik, masih harus ditingkatkan. Terlebih lagi di kalangan pelajar, terutama para pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP), mengingat remaja tergolong masih labil baik pemikiran dan emosinya.
Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Diyah Puspitarini, mengatakan, sikap intoleransi tengah muncul di kalangan anak muda, terutama para pelajar SMP. Maka, dengan adanya pengembangan model manajemen pendidikan toleransi, hal itu menjadi salah satu solusi supaya seluruh sistem yang ada di sekolah bisa digerakkan untuk membentuk pemahaman toleransi.
"Dengan adanya pengembangan model manajemen pendidikan, toleransi menjadi salah satu solusi. Di mana pendidikan toleransi tidak lagi dipandang sebagai sesuatu hal yang sifatnya seperti mata pelajaran atau materialistis, tetapi seluruh sistem di sekolah itu bisa digerakkan dan bisa dikreasi untuk membentuk pemahaman toleransi, baik sikap toleransi dan budaya toleransi siswa," kata Diyah, seusai menghadiri sidang promosi doktor di Universitas Negeri Yogyakarta, Kamis (21/3/2024).
Namun, lanjut Diyah, pembentukan sikap toleransi membutuhkan proses yang tidak mudah. Tantangannya adalah bagaimana toleransi bisa menjadi budaya dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu tentu membutuhkan dukungan lingkungan sekitar hingga kesadaran diri sendiri.
"Tantangannya, pertama, kalau misalnya ini tidak diterapkan, tentu saja intoleransi akan tetap ada. Yang kedua, kemauan dari sekolah itu sendiri, apakah mereka siap? Tentu saja dari kepala sekolah, guru, dan juga siswa siap menerapkan ini apa tidak. Dan yang ketiga, memang ini bukan hal yang mudah, memang harus lama dan membutuhkan waktu yang cukup untuk bisa membentuk budaya toleransi," kata Diyah.
Tidak hanya di kalangan pelajar, sikap toleransi harus diterapkan oleh setiap manusia dalam kehidupannya. Terlebih lagi sekarang masih dalam suasana pemilihan umum (pemilu), yang mana setiap pendukung pasangan calon (paslon) mengusahakan berbagai cara supaya paslon pilihannya menjadi Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP). Muhammadiyah Haedar Nashir, yang turut hadir pada sidang promosi doktor tersebut menyatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia harus memiliki pondasi yang kuat. Di mana, hal tersebut juga sudah tertuang dalam UUD 1945 tentang mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam prosesnya, menurut Haedar, tentu perlu sistem pendidikan yang memuat tentang iman dan takwa, akhlak mulia, persatuan, dan peradaban bangsa. Agar kemudian pendidikan dapat mengalami kemajuan dalam berbagai aspek untuk membangun kepribadian bangsa Indonesia yang luar biasa. "Konteks persatuan juga penting, sehingga anak-anak Indonesia generasi milenial dan alpha hidup dalam kebersamaan," katanya.