Oleh : Taufiqur Rahman, SIP., MA., Ph.D. (Wakil Rektor 1 Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta)
REPUBLIKA.CO.ID, Keluarga merupakan salah satu pilar penting dalam membangun peradaban. Sebagai pilar peradaban, keluarga memegang peran sentral dalam membentuk individu, memelihara nilai-nilai budaya, menyediakan dukungan emosional, dan memperkuat solidaritas sosial. Tanpa keluarga yang kuat dan berfungsi dengan baik, masyarakat akan kehilangan fondasi yang mendasar untuk pertumbuhan dan perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus memperkuat dan merawat institusi keluarga sebagai pilar peradaban yang tak tergantikan.
Alquran memberikan petunjuk kepada kita untuk untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka (QS At-Tahrim ayat 6). Api neraka, dalam konteks ini, bukan hanya merujuk pada api yang secara harfiah membakar, tetapi juga menggambarkan segala bentuk bahaya, kejahatan, atau perusakan yang dapat mengancam kehidupan dan kesejahteraan diri serta keluarga.
Selain dari bahaya-bahaya yang bersifat fisik, ada juga makna api neraka dalam bentuk stres, kecemasan, atau konflik emosional yang dapat mengganggu kesejahteraan mental dan emosional seseorang dan keluarga. Penting untuk memahami dan mengatasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan ketegangan dalam hubungan keluarga, seperti konflik interpersonal, tekanan finansial, atau masalah kesehatan mental. Mendukung satu sama lain secara emosional dan mencari bantuan jika diperlukan adalah langkah-langkah penting untuk menjaga kestabilan dan kebahagiaan keluarga.
Di era digital saat ini, teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, termasuk dalam dinamika keluarga. Meskipun teknologi digital membawa berbagai kemudahan dan manfaat, kita juga harus mengakui bahwa penggunaan yang berlebihan atau tidak bijaksana dapat merenggangkan hubungan keluarga.
Salah satu dampak utama teknologi digital adalah meningkatnya ketergantungan pada gadget seperti ponsel cerdas, tablet, dan komputer. Anggota keluarga, baik dewasa maupun anak-anak, sering kali terpaku pada layar gadget mereka, menghabiskan waktu yang berharga yang seharusnya dihabiskan bersama-sama. Ini mengurangi interaksi langsung antara anggota keluarga dan menciptakan kesenjangan dalam komunikasi dan keintiman.
Interaksi langsung yang terjadi di antara anggota keluarga menjadi semakin berkurang karena adanya teknologi digital. Alih-alih berbicara satu sama lain atau berbagi pengalaman secara langsung, anggota keluarga cenderung terlibat dalam aktivitas online mereka sendiri. Kurangnya interaksi langsung ini dapat menyebabkan kehilangan koneksi emosional dan kebersamaan yang penting dalam membangun hubungan yang sehat dan kuat.
Bulan suci Ramadhan tidak hanya merupakan waktu untuk berpuasa dan melakukan refleksi spiritual, tetapi juga sebuah kesempatan untuk mempererat ikatan keluarga melalui komunikasi yang mendalam dan kebersamaan yang lebih intim. Banyak momen di bulan Ramadhan yang tidak dapat digantikan oleh teknologi digital.
Berbuka puasa bersama adalah momen yang paling dinanti di bulan Ramadhan. Ini adalah saat di mana keluarga berkumpul untuk mengakhiri puasa bersama-sama setelah seharian menahan lapar dan dahaga. Ketika duduk bersama di meja makan, anggota keluarga memiliki kesempatan untuk berbagi cerita, pengalaman, dan kegembiraan mereka selama hari itu. Ini adalah kesempatan berharga yang dapat dimanfaatkan untuk merekatkan komunikasi dan interaksi fisik antar anggota keluarga yang akhir-akhir ini cenderung menjadi kesempatan langka di di tengah derasnya arus teknologi digital yang melanda kehidupan kita.