Sabtu 20 Apr 2024 12:03 WIB

Elpiji 3 Kg Disebut Langka, Pemkab Batang Cari Penyebabnya

Pemkab Batang sudah mengajukan penambahan kuota gas elpiji bersubsidi itu.

Rep: Antara/ Red: Irfan Fitrat
(ILUSTRASI) Gas elpiji bersubsidi ukuran tabung 3 kilogram (kg).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
(ILUSTRASI) Gas elpiji bersubsidi ukuran tabung 3 kilogram (kg).

REPUBLIKA.CO.ID, BATANG — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batang, Jawa Tengah, mengusut masalah dugaan kelangkaan gas elpiji ukuran tabung 3 kilogram (kg) atau gas melon. Pasalnya, Pemkab Batang sudah mengajukan penambahan kuota gas elpiji bersubsidi itu kepada Pertamina.

Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Kabupaten Batang Triossy Juniarto mengatakan, pihaknya masih memantau ketersediaan gas elpiji 3 kg dan harganya. “Kami masih mencari informasi penyebab kelangkaan elpiji bersubsidi itu, yang kini harganya mencapai Rp 40 ribu per tabung,” kata dia, Jumat (19/4/2024).

Baca Juga

Menurut Triossy, pihaknya sudah mengajukan tambahan kuota gas elpiji bersubsidi kepada Pertamina. “Awal April 2024 kami telah mengajukan tambahan kuota elpiji bersubsidi dari kebutuhan bulanan dan sudah direalisasikan oleh Pertamina,” ujar dia.

Triossy menjelaskan, jumlah total kuota gas elpiji 3 kg mencapai 22,739 metrik ton atau setara dengan 7.579.600 tabung per tahun. “Ini artinya distribusi harian untuk mencukupi kebutuhan warga di daerah ini seharusnya mencapai 25.266 tabung,” kata dia.

Menurut Triossy, menjelang Lebaran dan setelahnya, distribusi elpiji dari Pertamina masih lancar sesuai kuota. Namun, kata dia, memang biasanya ada peningkatan permintaan masyarakat selama Lebaran, sehingga harganya juga mengalami kenaikan.

“Distribusi elpiji bersubsidi masih lancar. Lebih dari 25 ribu tabung gas elpiji bersubsidi ini didistribusikan setiap harinya,” ujar Triossy.

Triossy pun mengingatkan soal penggunaan gas elpiji bersubsidi, sebagaimana ketentuan. “Elpiji isi 3 kilogram tersebut, sesuai regulasi, seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat miskin, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, diketahui masih banyak tidak sesuai regulasi,” kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement