Oleh : Iwan Awaluddin Yusuf (Dosen Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia)
REPUBLIKA.CO.ID, Selalu ada nuansa sejarah dan romantisme yang bisa saya temukan di sudut-sudut kota Krakow. Beberapa tempat bersejarah di negeri Marie Curie dan Nicolaus Copernicus ini sempat saya kunjungi, antara lain Old Town, Kazimier, Salt Mine di Wieliczka, Tyniec, dan Wawel Castle, termasuk mampir ke Islamic Center untuk shalat Jumat dan blusukan ke pasar tradisional.
Selama satu bulan saya menjalani program pertukaran dosen Asia Tenggara dan Uni Eropa di Krakow, Polandia. Kegiatan ini didanai Uni Eropa (European Union) di bawah proyek the Horizon Europe Framework Programme dengan judul Overcoming Digital Divide in Europe and Southeast Asia (ODDEA).
ODDEA mengirim dosen-dosen Eropa ke salah satu negara di Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Thailand) dan sebaliknya dosen-dosen Asia Tenggara dikirim ke salah satu negara Eropa (Polandia, Montenegro, Slovakia). Di negara-negara ini kami menjadi “tamu” di kampus setempat yang ditunjuk (pengusul hibah) sebagai “rumah” berkegiatan.
Aktivitas utama yang dilakukan selain riset dan menulis laporan yang akan dipublikasikan, juga mengikuti diskusi, konferensi, dan sesekali mengajar atau diminta masuk kelas sebagai dosen tamu. Target lain dari program ini, peserta diharapkan mendapatkan pengalaman, paparan tradisi akademik, dan jejaring internasional dari kedua wilayah untuk saling memahami, berkolaborasi, serta berbagi pengetahuan.
Program ODDEA berjalan selama empat tahun dengan target berbeda namun berkelanjutan sebagaimana tema utama yang diusungnya, yakni mengatasi kesenjangan digital. Peserta dikelompokkan menjadi dua kategori: peneliti senior dan junior. Peneliti senior, yakni mereka yang sudah bergelar doktor mengikuti program ini selama satu bulan. Sedangkan peneliti junior diharuskan mengikuti program ini selama dua hingga tiga bulan di negara tujuan. Pertimbangannya, peneliti muda memerlukan pengalaman lebih banyak sehingga terlibat program ini dengan durasi yang lebih panjang.
Saya adalah peserta angkatan kedua dengan kategori peneliti senior sehingga akan menyelesaikan program ini selama satu bulan sebelum kembali ke Indonesia. Kampus yang menaungi saya adalah Krakow University of Economics (UEK), berlokasi di kota Krakow. Kota yang pernah menjadi ibukota Polandia sebelum berpindah ke Warsawa pada awal abad ke-17. Saat ini Krakow berpenduduk kurang lebih 800 ribu jiwa dan menjadi salah satu daerah tujuan wisata terkemuka di Polandia, bahkan Eropa.
Banyak pengalaman yang saya lihat dan rasakan selama hampir sebulan tinggal di Krakow. Mulai dari tradisi akademik dan kehidupan ekonomi, sosial, budaya, arsitektur, tekonologi, keragaman kuliner, hingga lanskap kota dan alam. Karena melihat adalah bagian dari observasi, maka saya selalu menyempatkan melihat-lihat suasana dan landmark kota Krakow. Traveling menjadi kegiatan sekunder yang dianjurkan di sela-sela kegiatan utama mengikuti program ini. Sesekali saya belanja ke pasar tradisional seperti Stary Kleparz untuk membeli bahan makanan kebutuhan sehari-hari, selain belanja di supermarket modern tentunya.
Situs Warisan Dunia
Selalu ada nuansa sejarah dan romantisme yang bisa saya temukan di sudut-sudut kota Krakow. Beberapa tempat yang telah saya kunjungi antara lain Old Town, Kazimierz, Wawel Castle, Salt Mine di Weilizcka, Kościuszko Mound, dan Tyniec. Old Town Krakow, dikenal juga sebagai Stare Miasto, adalah pusat sejarah dan budaya Krakow, Polandia. Dikelilingi oleh taman dan sisa-sisa dinding kota abad pertengahan, Old Town menjadi salah satu tempat paling menarik dan populer di Polandia. Old Town Krakow diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1978 karena kekayaan sejarah dan arsitekturnya.
Sementara itu, Kastil Wawel terletak di atas Bukit Wawel, menjadi simbol kekuasaan dan budaya Polandia. Bangunan ini berasal dari abad ke-10. Penampilan eksteriornya bergaya Renaisans. Sekarang kastil ini dijadikan museum negara Polandia yang juga termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO. Di sini ada juga ada kompleks Katerdral Wawel yang isinya makam-makam raja dan pahlawan, termasuk Presiden Polandia dan istrinya yang menjadi korban kecelakaan pesawat tahun 2010 lalu.
Tempat lain yang saya kunjungi adalah Kościuszko Mound. Monumen peringatan berupa bukit buatan berbentuk kerucut yang didirikan untuk menghormati Tadeusz Kościuszko, seorang ilmuwan dam pahlawan nasional Polandia. Dari puncak tertinggi di tempat ini, kita bisa melihat keindahan seluruh wilayah Krakow.
Salah satu tempat yang paling berkesan bagi saya adalah Salt Mine, tepatnya di daerah Wieliczka, berjarak 13 kilometer dari kota Krakow. Salt Mine merupakan salah satu tambang garam tertua di dunia. Beroperasi sejak abad ke-13 hingga tahun 2007. Tambang ini memiliki terowongan sepanjang lebih dari 3,5 km dan kedalaman 135 meter. Terkenal dengan kapel-kapel indah di bawah tanah, terutama Kapel St. Kinga, yang dihiasi dengan patung-patung dan lampu gantung yang terbuat dari garam. Tambang ini menarik lebih dari satu juta pengunjung setiap tahun dan diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO sejak 1978.
Di luar kota Krakow, saya berkesempatan menyambangi Tyniec, sebuah desa di barat daya Krakow, yang terkenal dengan Kapel Benediktin Tyniec yang didirikan pada tahun 1044. Kapel ini, salah satu yang tertua di Polandia, terletak di tepi Sungai Vistula dan menawarkan pemandangan indah serta arsitektur yang menggabungkan berbagai gaya dari Romawi hingga Barok. Selain menjadi pusat spiritual dan budaya yang aktif, Tyniec juga merupakan tujuan wisata populer dengan museum rohani Katolik yang menarik banyak pengunjung.
Bersama sahabat dari Malaysia, menjelang akhir program kami berencana mengunjungi Tatra Mountain di wilayah Zakopane, daerah pegunungan yang sangat terkenal di Eropa Tengah karena keindahan alamnya.
Kendala Bahasa
Bahasa Inggris bukanlah bahasa utama di Polandia sehingga kadang cukup menyulitkan saat berinteraksi langsung dengan warga lokal yang mayoritas berbahasa Polandia. Di tempat pelayanan umum atau supermarket modern sekalipun sering dijumpai petugas yang kesulitan berbahasa Inggris.
Kendala bahasa ini sudah saya rasakan pertama kali saat mendarat di Bandara Krakow. Penjemput saya, Dr Agnieska, seorang dosen dari kampus UEK kebetulan tidak bisa berbahasa Inggris, meski ia cakap berbahasa Rusia. Ia membawa seorang teman bernama Prof Kazimier, seorang profesor purnatugas yang berperan sebagai penerjemah di antara kami berdua. Ketidakmampuan berkomunikasi dengan bahasa Inggris tidak mengurangi kehangatan dan keramahan Dr Agnieska menyambut saya. Sesekali ia menunjukkan aplikasi Google Translate untuk menyampaikan sesuatu selama perjalanan kami.
Sekadar informasi, Bahasa Polandia konon termasuk salah satu bahasa yang paling sulit dipelajari dunia. Ada kata ganti gender yang kompleks seperti dalam tata-bahasa Bahasa Arab. Sebagian besar kosakata Bahasa Polandia disisipi konsonan yang berurutan, sehingga sulit dibaca para penutur asing, misalnya kata 'przepraszam' yang berarti “permisi” atau “maaf”. Menyebut nama Krakow saja akan dijumpai banyak variasi penulisannya: Krakowiak, Krakowski, Krakowska, Krakowie, Krakowia, Cracow, Cracovia, dan lain sebagainya. Inilah yang menjadikan bahasa Polandia sangat unik.
Demikian pula penyebutan nama-nama orang Polandia. Satu nama bisa memiliki beberapa banyak variasi penulisan atau panggilan. Contohnya rekan kerja di tim riset saya dari UEK bernama Margolzata, bisa dipanggil Margareta, Wochciech dipanggil Wojtex, dan Basia dengan nama Barbara. Nama-nama di Polandia untuk perempuan berpola menggunakan akhiran “a” dan“ska/zka” serta laki-laki dengan akhirnya “i” atau “sky/zky”. Sebagaimana nama ilmuwan Maria Skłodowska Curie atau pemain sepakbola terkenal Robert Lewandowski.
Lebih unik lagi, orang Polandia justru lebih terbiasa memperingati “hari nama”, dibanding hari ulang tahun, yaitu hari khusus yang diperingati bersama oleh nama-nama yang sama. Salah satu bukti popularitas hari nama di Polandia adalah kalender mereka yang mencantumkan nama-nama santo/santa yang dirayakan setiap hari tertentu. Secara otomatis, ini juga menjadi hari nama bagi orang-orang Polandia dengan nama yang sama.
Polandia memiliki banyak keunikan dan keramahan yang membuat betah tinggal, meskipun di sisi lain menawarkan tantangan tersendiri. Salah satu pengalaman yang berkesan namun kurang mengenakkan saya alami tepat dua minggu di Polandia. Tiba-tiba saya merasakan sakit gigi luar biasa karena ada akar gigi yang tumbuh dan bergerak mendesak bagian bawah gigi lainnya. Tidak tertahankan rasa sakitnya sehingga saya harus ketemu dokter gigi hari itu juga. Tidak terbayangkan bagaimana jika harus berbahasa Tarzan atau membuka aplikasi Google Translate sambil menahan sakit untuk mendeskripsikan keluhan saya, ditambah kebingungan memahami diagnosis dokter. Untungnya saya bisa menemukan dokter gigi yang ramah dan profesional. Lebih penting, dokternya fasih berbahasa Inggris.
Selain bahasa, tantangan saya sebagai sorang Muslim adalah menemukan makan halal. Harus diakui, tidak mudah menemukan makanan halal di Krakow. Sebagaimana di banyak negara lain di mana Islam adalah agama minoritas yang dianut penduduknya. Amat sedikit makanan kemasan atau restoran berlabel halal. Aplikasi cek kehalalan menjadi alat yang sangat membantu dalam situasi ini.
Islam di Krakow
Selama sebulan tinggal di Krakow, beberapa kali saya pergi ke Muslim Center untuk melaksanakan shalat Jumat. Sangat sedikit masjid atau tempat melaksanakan shalat Jumat di Krakow. Ada dua lokasi yang saya temukan, yaitu Islamic Center I di Sobieskiego 10/30 dan Islamic Center II di Groszkowa 3A, Krakow. Di Islamic Center I, setiap pelaksanaan shalat Jumat banyak dipadati jamaah muslim yang mayoritas imigran atau warga Muslim yang berasal dari keturunan Tatar dan Turki. Karena kapasitas tempat yang terbatas, shalat diselenggarakan dua kali. Sementara jamaah pertama melaksanakan shalat Jumat, di luar masjid antrean jamaah kedua memadati jalan di depan gedung menunggu giliran. Khotbah dilaksanakan dalam dua bahasa secara berkesinambungan, Arab-Inggris atau Arab-Polandia.
Saat ini umat Muslim Polandia diperkirakan hanya puluhan ribu orang atau 0,1-0,2 persen dari total 40 juta penduduk Polandia. Dalam sejarahnya Asosiasi Agama Islam/Muslim Religious Association atau Muzułmański Związek Religijny (MZR) yang terbentuk tahun 1925 mempunyai peran yang vital dalam perkembangan Islam di Polandia. Selain itu, juga terdapat Muslim League/Liga Muzułmańska (LM) yang didirikan pada 2001 sebagai respons bertambahnya pemeluk Islam baik dari mualaf maupun kaum pendatang. Organisasi ini menganut prinsip wasathiyah (moderat). Liga ini secara resmi terdaftar pada tanggal 6 Januari 2004 di Departemen Agama dan Minoritas Nasional di Kementerian Dalam Negeri dan Administrasi. Di kalangan anak muda terdapat Stowarzyszenie Studentów Muzułmańskich atau Himpunan Mahasiswa Muslim.
Sementara itu Muslim Centre sendiri di Krakow didirikan pada tahun 2011 dengan tiga tujuan, yakni menciptakan tempat yang nyaman untuk berkumpul dan berdoa bagi umat Islam, menyelenggarakan upacara, hari raya Islam dan perayaan suci seperti Ramadhan, Idul Fitri dan lain sebagainya, serta memperluas dan menyebarkan ilmu pengetahuan tentang Islam.
Krakow, 19 Mei 2024