Selasa 22 Oct 2024 15:53 WIB

Buruh Tuntut UMP Naik 17 Persen, Apindo Jateng: UMP tak Bisa Diminta Seenaknya, Ada Aturan

Gubernur yang bakal memutus berapa kenaikan UMP tahun depan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Buruh yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang) saat berunjuk rasa menolak upah murah, di Semarang, Jateng, Selasa (11/11). (Antara/R. Rekotomo)
Buruh yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang) saat berunjuk rasa menolak upah murah, di Semarang, Jateng, Selasa (11/11). (Antara/R. Rekotomo)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah (Jateng), Frans Kongi, mengatakan, pihaknya akan berpegang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 dalam penentuan upah minimum provinsi (UMP) Jateng 2025. Hal itu disampaikan merespons tuntutan kelompok buruh di Jateng yang menghendaki kenaikan UMP 2025 sebanyak 17 persen. Karena menurut Frans, UMP tidak bisa seenaknya diminta lantaran ada aturan sendiri.

Frans menjelaskan, rumusan penentuan kenaikan UMP didiskusikan oleh perwakilan pengusaha, pemerintah, kelompok atau serikat kerja, serta ahli-ahli. "Pemerintah memutuskan, aturan penetapan upah minimum ya PP 51, dan ini sudah diberlakukan beberapa tahun ini. Jadi untuk upah minimum, semua pihak harus patuh pada peraturan ya," kata Frans ketika dihubungi Republika, Senin (21/10/2024).

Dia mengaku sudah mengetahui tuntutan kelompok buruh di Jateng soal kenaikan UMP 2025 sebesar 17 persen. Namun Apindo Jateng belum memberikan respons apa pun terkait tuntutan tersebut. "Kalau sekarang, misalnya, Pak Gubernur (Jateng) undang Apindo untuk bicara (soal UMP), ya kita datang," ucapnya.

Frans mengungkapkan, penetapan UMP 2025 akan dibahas di Dewan Pengupahan Provinsi Jateng. Dewan tersebut berisi perwakilan kelompok pengusaha, serikat pekerja, pemerintah, serta ahli atau pakar.  "Dewan Pengupahan itu mereka rapat, oh kondisi ekonomi begini, laporan statistik, aturan rumusannya bagaimana, terus dirumuskan, dicari angkanya, oh ya kenaikannya (UMP) sekian," tuturnya.

Nantinya gubernur yang bakal memutus berapa kenaikan UMP tahun depan. Frans mengatakan, jika UMP sudah ditetapkan tapi terdapat pihak yang tidak setuju, ada mekanisme hukum untuk ditempuh.

"Nanti kalau kita rasa, oh ini keputusan tidak benar, bertentangan dengan undang-undang, ya kita bisa gugat ke PTUN," ujarnya.

"Jadi sekali lagi, UMP itu tidak bisa seenaknya minta. Itu sudah ada aturannya," tambah Frans.

Sebelumnya Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJAT) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jateng meminta UMP 2025 naik sebesar 17 persen. Permintaan itu sudah disampaikan kepada Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana dalam Dialog Sosial Ketenagakerjaan Serikat Kerja-Serikat Buruh yang digelar Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jateng pada Rabu (16/10/2024).

Sekretaris KSPI Jateng Aulia Hakim mengungkapkan, permintaan kenaikan UMP sebesar 17 persen tidak dihitung menggunakan rumus yang tertuang dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas PP Nomor 35 Tahun Tahun 2021 tentang Pengupahan. Aulia mengatakan, PP Nomor 51 Tahun 2023 merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker).

Aulia menjelaskan, PP Nomor 51 Tahun 2023 mengatur dua rumusan. "Rumusan pertama, penyesuaian itu berdasarkan inflasi, ditambah pertumbuhah ekonomi, dikali indeks. Rumusan kedua, pertumbuhan ekonomi dikalikan indeks. Artinya pertumbuhan ekonomi yang diatur dalam PP 51 itu dibutuhkan variabel yang namanya konsumsi per kapita," katanya ketika dihubungi Republika, Jumat (18/10/2024).

Dia mengungkapkan, jika PP Nomor 51 Tahun 2023 digunakan dalam penentuan UMP 2025, nominal upah di Jateng akan semakin tertinggal dari provinsi lain. Karena itu, ABJAT dan KSPI Jateng menyusun rumus alternatif untuk menentukan UMP.

Dalam hal ini, mereka mengganti variabel indeks tertentu yang tertuang dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 dengan Komponen Hidup Layak (KHL). Untuk menentukan KHL, dilakukan survei terhadap berbagai harga kebutuhan yanh jumlahnya lebih dari 60 item. "Kalau kami kalkulasi dengan rumus inflasi plus pertumbuhan ekonomi dikalikan indeks, itu rata-rata kenaikannya sudah 17 persen menurut kami," ungkap Aulia.

Dia berharap Pemprov Jateng bisa mengakomodasi permintaan kelompok buruh terkait kenaikan UMP 2025. "Kenaikan 17 persen pun menurut kami masih jauh panggang daripada api. Tapi setidaknya bisa memberi buruh sedikit untuk bisa bertahan dalam posisi daya beli yang saat ini menurun 30 persen di Jawa Tengah," katanya.

Aulia menjelaskan, pembahasan dan pengkajian terkait besaran UMP 2025 bakal dilakukan Dewan Pengupahan Provinsi. Dewan tersebut terdiri dari perwakilan pengusaha, buruh, dan pemerintah. "Tapi kewenangannya memang ada di Pak Pj Gubernur (Jateng)," ujar Aulia.

Pemprov Jateng Putuskan UMP 2025 pada...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement