REPUBLIKA.CO.ID, PATI -- Polresta Pati telah menetapkan dua koordinator Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB), yaitu Teguh Istiyanto (49 tahun) dan Supriyono alias Botok (47), sebagai tersangka. Keduanya ditangkap ketika massa AMPB memblokir Jalan Pantura Pati-Juwana seusai hasil rapat paripurna DPRD Kabupaten Pati memutuskan tak melanjutkan proses pemakzulan Bupati Pati Sudewo pada Jumat (31/10/2025).
Kapolresta Pati Kombes Jaka Wahyudi menyampaikan, Teguh dan Botok dijerat Pasal 192 ayat (1) KUHP tentang pemblokadean atau merusak jalan umum dengan ancaman pidana hingga sembilan tahun penjara. Selain itu, mereka turut dikenakan Pasal 169 ayat (1) dan (2) KUHP tentang keikutsertaan dalam perkumpulan yang bertujuan melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana hingga enam tahun penjara.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Kepolisian juga menjerat keduanya dengan Pasal 55 KUHP terkait perbuatan dilakukan secara bersama-sama. "Pantura adalah jalur nasional. Tindakan menghambat lalu lintas, terlebih di momen situasi politik sensitif, memiliki dampak besar pada masyarakat. Kami bertindak sesuai hukum yang berlaku," kata Jaka dalam siaran pers yang diperoleh Republika di Pati, Ahad (2/11/2025).
Dalam proses penetapan tersangka, Polresta Pati menyita barang bukti berupa satu unit mobil Chevrolet serta satu unit Ford Ranger yang digunakan untuk memblokir jalan. Kedua ponsel milik Teguh dan Botok juga turut disita. Selain dua koordinator AMPB, Polresta Pati juga menangkap tiga orang lainnya pada Jumat pekan lalu.
Mereka adalah MB (23), S (38), dan AS (29). Ketiganya dibekuk karena membawa ketapel, gotri, dan petasan. Berbeda dengan Teguh dan Botok, ketiga orang tersebut dibebaskan. Polresta Pati menyatakan bahwa unsur pidana pada perbuatan ketiganya belum terpenuhi. Kendati demikian, Polresta Pati masih tetap melakukan pendalaman.
Jaka menekankan, Polresta Pati melakukan penegakan hukum terkait penanganan kasus yang melibatkan Teguh dan Botok secara objektif. "Setiap tindakan kami dasarkan asas hukum. Bila ditemukan alat bukti tambahan, tentu akan diproses sesuai ketentuan,” ujarnya.
Saat ini, Teguh dan Botok telah ditahan di Rutan Polda Jawa Tengah (Jateng). Penyidikan lanjutan terhadap dua pentolan AMPB tersebut akan diambil alih Polda Jateng.
Sebelumnya Ketua Tim Hukum AMPB, Nimerodi Gule, mengonfirmasi adanya penangkapan terhadap massa AMPB oleh Polresta Pati. Mereka termasuk dua koordinator AMPB, yakni Teguh Istiyanto dan Supriyono alias Botok. "Mas Teguh dan Mas Botok itu sudah ditangkap, tapi sampai saat ini tidak dikeluarkan surat penangkapan," ungkap Gule ketika dihubungi pada Sabtu (1/11/2025).
Menurut Gule, secara hukum seharusnya surat perintah penangkapan sudah diterbitkan. "Sampai sekarang kami tanya, dan para pimpinan (Polresta Pati) tidak mau ketemu," ujarnya.
Namun, Gule memperoleh informasi, Teguh dan Botok ditangkap karena dianggap melanggar Pasal 192 KUHP soal pemblokadean jalan umum sehingga membahayakan lalu lintas, dengan ancaman pidana maksimal sembilan tahun. "Ini aneh bin ajaib. Karena kalau pasal itu dipakai, menurut saya, seharusnya ada lex specialis, Undang-Undang Lalu Lintas, bukan KUHP," kata Gule.
Menurut dia, Pasal 192 KUHP adalah delik materiel. Gule mengatakan, selama massa AMPB berkumpul di Jalur Pantura Pati-Rembang, tepatnya di wilayah Widorokandang, selama sekitar lima menit, tidak terjadi apapun yang menimbulkan bahaya umum.
"Saya yakin (penangkapan Teguh dan Botok) bagian dari pesanan-pesanan politik terhadap pihak kepolisian. Jadi kita minta polisi jangan masuk ke dalam ranah politik, di ranah hukum saja," ujar Gule.
Dia mengungkapkan, berdasarkan informasi yang diterimanya, selain Teguh dan Botok, terdapat satu anggota massa AMPB lainnya yang masih ditahan kepolisian. Menurut Gule, dalam proses penangkapan pada Jumat lalu, aparat turut melakukan kekerasan kepada sejumlah warga yang menyuarakan aspirasi bersama AMPB. Dia menyebut, korban kekerasan termasuk anak-anak.
"Ada sebagian video yang beredar itu soal penganiayaan yang dilakukan oleh polisi," kata Gule.