Selasa 29 Oct 2024 11:04 WIB

JPRD 2024 Bahas Kreativitas dalam Digitalisasi dan Menjaga Warisan Budaya Jogja Lewat AI

Kegiatan ini juga membahas isu pariwisata Yogyakarta yang mulai kehilangan daya tarik

Rep: Fiona Arinda Dewi/Wuni Khoiriyah Azka/ Red: Fernan Rahadi
Para peserta Jogja Public Relations Day (JPRD) 2024 bertema Lestari Budaya Jogja: Harmoni Seni dan Teknologi, Ahad (27/10/2024).
Foto: Wuni Khoiriyah Azka
Para peserta Jogja Public Relations Day (JPRD) 2024 bertema Lestari Budaya Jogja: Harmoni Seni dan Teknologi, Ahad (27/10/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Jogja Public Relations Day (JPRD) Temu Wicara kembali diselenggarakan dengan menghadirkan pertemuan para pakar, akademisi, dan komunitas PR yang mengangkat tema “Kolaborasi Kreatif dalam Menjaga Kearifan Lokal di Era Digital: Tantangan dan Peluang AI” di Warung Jenengan, Yogyakarta, Ahad (27/10/2024). Diskusi ini menggali peran AI dalam pelestarian budaya lokal serta bagaimana teknologi dapat dimanfaatkan tanpa mengorbankan nilai-nilai tradisional Yogyakarta.

Budi Yuwono, salah satu pemateri dari akademisi, menjelaskan bahwa dengan format Talkshow Focus Group Discussion (FGD), acara ini mengundang audiens untuk berbagi pandangan terkait topik yang diangkat. Tahun ini, tema yang diangkat menyoroti kolaborasi kreatif antara manusia dan AI dalam menjaga keunikan budaya lokal di tengah arus digitalisasi.

Sementara itu praktisi PR, Aqsath Rasyid, mengatakan kegiatan ini juga membahas isu pariwisata Yogyakarta yang mulai kehilangan daya tariknya. Dengan kolaborasi berbagai pihak, diharapkan tercipta strategi dan solusi yang dapat membangkitkan kembali pariwisata kota ini.

“Diskusi seperti ini penting untuk membangun kesepahaman dalam menghadapi tantangan modernisasi yang mempengaruhi kearifan lokal,” ungkap Aqsath.

Pembicara lain, Rully Andriadi menyebutkan bahwa acara ini bertujuan mendorong para peserta, khususnya mahasiswa, untuk berpikir kritis dan analitis dalam mengkaji isu budaya. Melalui AI, banyak peluang terbuka untuk memperkenalkan budaya Yogyakarta dengan cara yang lebih modern, namun tetap perlu perhatian terhadap nilai-nilai asli yang dijunjung tinggi.

“Peran AI adalah membantu, bukan menggantikan. Peran manusia dalam menjaga keaslian budaya tetap sangat penting,” jelas Rully.

Dari diskusi ini, para peserta sepakat bahwa meski AI memiliki dampak positif, seperti mempermudah promosi budaya lokal melalui media digital dan pendidikan budaya bagi generasi muda tetap ada tantangan etis dan kultural yang perlu diatasi. Risiko yang muncul antara lain adalah hilangnya pekerjaan di bidang budaya dan PR, serta kemungkinan bias dalam representasi budaya.

Forum ini menekankan pentingnya kolaborasi antara teknologi dan manusia. Meski AI dapat mengotomatisasi banyak hal, peran manusia dalam analisis dan komunikasi tetap tak tergantikan. Dengan kolaborasi antara teknologi dan kearifan lokal, Yogyakarta diharapkan bisa memanfaatkan AI untuk memperkaya budaya tanpa kehilangan identitasnya yang khas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement