Oleh : Muhammad Mujiburohman (Dosen Teknik Kimia FT-UMS)
REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu tanggung jawab sekaligus tantangan bagi perguruan tinggi adalah menghasilkan lulusan yang berkompeten dan menghantarkan mereka ke dunia kerja sesuai bidangnya dalam waktu tunggu sesingkat mungkin. QS Higher Ed Summit APAC 2024 melaporkan dunia kerja di kawasan Asia Pasifik memerlukan kurang lebih 18 keterampilan (comprehensive skills), yang berdasarkan survei justru menempatkan kerja sama tim (teamwork), kemampuan berkomunikasi (communication), dan kemampuan menyelesaikan masalah (problem-solving) sebagai tiga urutan pertama ketrampilan yang paling penting. Sementara, kemampuan penguasaan subjek (subject knowledge) berada di urutan ke-12.
Secara keseluruhan, 18 ketrampilan yang diperlukan dunia kerja diurutkan dari yang paling penting adalah: teamwork (89), communication (88), problem-solving (88), active learning (86), ethics and social responsibility (86), interpersonal skills (85), resilience and flexibility (84), analytical skills (81), emotional intelligence (81), organizational skills (81), creativity (80), subject knowledge (80), sustainability mindset (80), language skills (79), leadership (77), negotiating skills and sales (72), business management (71), dan entrepreneurship (65).
Berbagai upaya telah dilakukan perguruan tinggi untuk menjembatani kesesuaian kompetensi lulusan dengan kebutuhan dunia kerja, mulai dari desain kurikulum, fleksibilitas pengambilan mata kuliah pilihan, penyediaan mata kuliah life skills dan pengembangan soft skills, program Kampus Merdeka yang memungkinkan mahasiswa mengambil mata kuliah di perguruan tinggi lain baik di dalam negeri maupun luar negeri, bahkan magang di industri. Dengan sudah tersedianya berbagai program tersebut, apa yang perlu dilakukan perguruan tinggi agar tanggung jawab sekaligus tantangan di atas dapat dicapai secara efektif dan efisien?
Menurut pandangan penulis, intensifikasi program adalah langkah yang perlu dilakukan perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang adaptif dengan kebutuhan dunia kerja. Intensifikasi program dalam konteks ini didefinisikan sebagai tata kelola program secara intensif dengan menerapkan siklus penjaminan kualitas, yaitu Plan-Do-Check-Action, perencanaan yang baik, implementasi yang baik, monitoring-evaluasi (monev) yang baik, dan tindak lanjut monev yang baik.
Perencanaan mencakup penetapan tujuan, target, indikator capaian, dan langkah-langkah operasional untuk mencapai target, yang diawali dengan analisis SWOT yang mendalam. Implementasi adalah realisasi langkah-langkah operasional yang ditetapkan di perencanaan, yang ditunjang dengan sumber daya yang memadai, baik manusia, sarana-prasarana, maupun dana.
Monev adalah pemantauan tingkat konsistensi implementasi dengan perencanaan, capaian target, serta analisis faktor-faktor penunjang dan penghambat ketercapaian target. Tindak lanjut monev adalah langkah perbaikan hasil pemantauan, yang pada hakikatnya ini menjadi tahapan perencanaan yang baru.
Siklus penjaminan kualitas yang utuh akan menghasilkan peningkatan kualitas yang berkelanjutan (continuous improvement), dan seberapa besar peningkatan akan tergantung pada ketepatan perencanaan dan konsistensi implementasi.
Intensifikasi Kurikulum Soft Skills
Kurikulum bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan. Bagaimana menyusun kurikulum sesuai standar kurikulum sudah dipahami dengan baik para akademisi. Struktur kurikulum dimulai dari profil lulusan yang diharapkan, yang menggambarkan kompetensi atau kemampuan yang seharusnya dimiliki lulusan baik kompetensi utama maupun penunjang.
Dari daftar kompetensi profil lulusan, kemudian disiapkan sebaran mata kuliah yang sesuai. Intensifikasi kurikulum perlu dilakukan dengan mengadopsi kemampuan comprehensive skills di atas. Dari 18 ketrampilan yang ada, hampir semuanya merupakan soft skills yang tidak terkait langsung dengan program studi yang dipelajari. Dengan kata lain, kompetensi penunjang lebih mendominasi ketertarikan dunia kerja dibandingkan terhadap kompetensi utama.
Intensifikasi kurikulum tidak berarti menambah mata kuliah baru yang khusus mengajarkan 17 comprehensive skills (selain subject knowledge), tetapi menerapkan siklus penjaminan kualitas dalam tata kelola kurikulumnya.
Perencanaan kurikulum sudah mempertimbangkan semua kompetensi utama sebagaimana yang ditetapkan asosiasi program studi terkait, maski juga tetap bersifat fleksibel. Untuk kompetensi penunjang, sebagian besar comprehensive skills bisa dilekatkan dengan mata kuliah kompetensi utama, melalui bentuk kegiatan diskusi, penugasan problem-solving, presentasi, dll.
Dengan mengikuti prinsip siklus penjaminan kualitas, pencapaian kemampuan comprehensive skills harus bisa diukur secara kuantitatif saat monev, sehingga di perencanaannya (kurikulum) harus dicantumkan detail rencana pembelajaran comprehensive skills (materi, metode, penugasan, penilaian) sebagaimana rencana pembelajaran untuk memiliki kompetensi utama.
Beberapa perguruan tinggi telah menyediakan mata kuliah khusus pengembangan soft skill atau life skills dalam kurikulumnya. Hal ini bukanlah sesuatu yang salah, selama pengelolaan mata kuliah tersebut mengikuti siklus penjaminan kualitas.
Intensifikasi Magang
Program magang di industri sebenarnya sangat potensial mengatasi permasalahan waktu tunggu lulusan mendapatkan pekerjaan sesuai bidangnya, namun program ini belum dilaksanakan secara intensif. Saat ini perusahaan atau sektor industri yang menawarkan magang masih terbatas, itu pun frekuensinya masih rendah.
Pun demikian universitas tidak aktif menjalin komunikasi dengan industri. Intensifikasi program magang di industri perlu dilakukan menjadi semacam program magang profesional. Magang profesional berarti universitas mengirimkan mahasiswanya secara reguler bekerja di perusahaan atau industri yang relevan, dan perusahaan menangani mahasiswa secara profesional. Penanganan secara profesional mencakup kualifikasi dan sistem seleksi, tanggung jawab pekerjaan, serta apresiasi dalam bentuk penggajian.
Ada tiga pihak yang terlibat dalam program magang profesional, yaitu mahasiswa, universitas, dan perusahaan. Mahasiswa yang bisa mengikuti magang profesional adalah mahasiswa aktif minimal semester tertentu, misal Semester 5 atau 6.
Pembatasan semester dimaksudkan agar mahasiswa memiliki bekal keilmuan yang cukup untuk melaksanakan pekerjaan profesional di bidangnya. Universitas harus berkomunikasi secara intensif dengan perusahaan, mengundang perusahaan ke kampus untuk menyeleksi mahasiswa magang.
Universitas dapat menyediakan mahasiswa magang secara kontinyu karena program magang menjadi bagian dari kurikulum. Dengan demikian, perusahaan pun dapat memanfaatkan tenaga magang mahasiswa secara berkelanjutan, tanpa khawatir akan terjadinya diskontinyuitas suplai tenaga magang.
Magang profesional memberikan keuntungan bagi ketiga pihak yang terlibat. Bagi mahasiswa, mereka akan mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan, pengalaman kerja, pendapatan (gaji), serta mempunyai kesempatan mendapatkan pekerjaan lebih besar setelah lulus.
Universitas bisa menghasilkan lulusan tepat waktu dan relatif siap bekerja, sehingga waktu tunggu lulusan mendapatkan pekerjaan bisa sesingkat mungkin. Bagi perusahaan, mereka bisa menyeleksi mahasiswa magang sesuai kebutuhan, mendapatkan tenaga magang secara berkelanjutan, bahkan bisa mengurangi biaya tenaga kerja.
Pada posisi tertentu, pekerjaan bisa dilakukan tenaga magang mahasiswa. Jika tenaga reguler pada posisi tersebut memasuki pensiun, posisinya bisa digantikan tenaga magang mahasiswa dengan upah yang lebih rendah dari tenaga reguler, tanpa harus merekrut tenaga reguler baru.
Penutup
Comprehensive skills yang diperlukan dunia kerja bisa diidentifikasi melalui survei terhadap pengguna kerja. Untuk mengurangi gap antara kompetensi lulusan dengan comprehensive skills yang diperlukan dunia kerja, intensifikasi kurikulum soft skills dan intensifikasi magang di industri bisa menjadi opsi penyelesaian. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah penerapan siklus penjaminan kualitas pada program-program penyelesaian yang dilakukan.
(Catatan: Professional internship, a win-win solution for universities and companies, adalah salah satu konsep yang diterima oleh Global Advisory Committee untuk dipresentasikan dalam QS Higher Ed Summit APAC 2024)Antisipasi perguruan tinggi menyiapkan lulusan menghadapi dunia kerja)