Selasa 19 Nov 2024 16:38 WIB

Artificial Intelligence Mempercepat Perkembangan Ilmu Biologi dan Pembelajarannya

Indonesia dapat memanfaatkan AI dalam hal identifikasi dan pendataan basis data.

Artificial Intelligence (AI)
Foto: Flickr
Artificial Intelligence (AI)

Oleh : Yasir Sidiq (Molecular Biologist, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia)

REPUBLIKA.CO.ID, Artificial intelligence (AI) yang diartikan sebagai istilah umum untuk penciptaan sistem cerdas yang memungkinkan melakukan pekerjaan seperti manusia dalam hal berpikir, memecahkan masalah, mengenali pola, dan membuat keputusan mengalami perkembangan yang drastis saat ini. Inovasi AI sangat masif di berbagai disiplin ilmu, termasuk biologi. AI tidak hanya berperan dalam perkembangan ilmu biologi, tetapi juga mulai berperan dalam hal cara membelajarkannya. Ilmu biologi yang pada awalnya berkembang secara simultan dalam 100 tahun kemudian berkembang pesat dengan adanya basis data dan peran AI setelah tahun 2000.

Biologi sebagai ilmu dasar dari berbagai bidang ilmu, seperti kesehatan, pertanian, kelautan, dan farmasi sejatinya memiliki karakteristik yang unik karena dalam perkembanganya memerlukan proses ekperimentasi yang cukup panjang. Perkembangan genetika sebagai cabang ilmu biologi misalnya, Gregor Mendel sebagai salah satu pioneer dan inspirator sekaligus salah pencetus dasar ilmu biologi, melakukan eksperimentasi yang cukup rumit dan panjang untuk mendapatkan satu konsep fundamental tentang gen dimulai sejak lulus studi pada tahun 1953 sampai tahun 1864.

G. Mendel menghabiskan kurang lebih 10 tahun penelitian dengan ribuan sampel untuk dapat mempresentasikan hasilnya dalam sebuah seminar. Sebelumnya, pada tahun 1930 Thomas H. Morgant juga menghasilkan penelitian yang relevan dengan hasil percobaan G. Mendel dengan menemukan kromosom. Pada akhirnya, konsep dasar tentang gen yang diprediksi oleh G. Mendel dapat dikonfirmasi oleh Watson and Crick sebagai penemu struktur DNA setelah lebih dari 100 tahun konsep dari G. Mendel dipresentasikan.

Meskipun pada saat tertentu, terdapat penemuan baru yang menjadi “lompatan” bagi perkembangan ilmu biologi. Seperti saat peneliti Joshua Lederberg menemukan plasmid pada tahun 1952 kemudian diteruskan oleh peneliti setelahnya yang menjadikan plasmid sebagai vector untuk rekayasa genetika. Watson and Crick menemukan struktur DNA pada tahun 1970an, serta ilmuan Kary Banks Mullis menemukan prinsip reaksi polymerase chain reaction (PCR) pada tahun 1983 yang kemudian teknologi menggunakan prinsip PCR untuk menjawab tantang di berbagai bidang termasuk kedokteran, Penemuan di bidang ilmu dasar biologi tersebut menjadi landasan fundamental bagi ilmu biologi dan berbagai terapanya untuk berkembang sangat pesat.

Menurut sejarahnya, ilmu biologi yang dikenal pada awal 1900-an, mulai berkembang pesat setelah tahun 1970-an. Lebih pesat lagi saat dimulainya human genome project pada tahun 1990 yang berambisi untuk membaca keseluruhan gen manusia yang diperkirakan terdapat 25.000 gen. Proyek HGP diprediksi akan selesai setelah 15 tahun dengan skema penelitian konsorsium dari berbagai negara. Namun proyek ini dinyatakan selesai pada bulan April 2003. Selesainya proyek HGP menjadikan mulai berkembangnya basis data yang menyimpan keseluruhan infomasi genetik pada berbagai organisme. Basis data tersebut sering diistilahkan sebagai bank data atau bank gen.

Ketika basis data hasil penelitian dari berbagai cabang ilmu biologi telah dikembangkan, maka AI memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perkembangan ilmu biologi. Konsorsium dari basis data molekul makhluk hidup yang sudah masif, AI, dan multidisiplin ilmu lain seperti pertanian dan kedoteran umumnya dikenal sebagai bioteknologi. Seakan menjadi sebuah “lompatan” baru, di bidang bioteknologi AI dapat memfasilitasi penemuan biologi menjadi lebih cepat, low cost, dan aman dari bahan kimia yang berbahaya. AI dapat memprediksi dengan sangat cepat dan tepat struktur atau permodelan reaksi suatu molekul tertentu dan reaksinya. Misalnya memodelkan struktur protein.

Bermodalkan basis data yang masif dari peneliti sebelumnya, AI dapat memodelkan struktur protein, struktur enzim bahkan dapat memodelkan interaksi antar protein melaui teknik molecular docking. Meskipun konsep docking sudah dikenal sejak tahun 1980-an, namun praktik molecular docking semakin diminati oleh peneliti. Penerapan hasil molecular docking dapat dijadikan teknik dasar untuk memprediksi target dari suatu obat sehingga dapat mencegah timbulnya efek samping obat yang berlebihan.

Selain itu, teknologi omic baik genomic, proteomic, maupun metabolomic juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Melalui sistem terintegrasi AI proses deteksi dan pembacaan molekul DNA, protein, maupun metabolit dapat dilakukan dengan pengenalan “untai unik” dari sebuah molekul yang sudah diketahui dengan baik. Proses pengenalan molekul yang diidentifikasi dapat dilakukan melalui pengenalan “untai unik” yang disimpan di sebuah basis data. Sehingga struktur dan fungsi molekul baru dapat diprediksi.

Indonesia sebagai negara dengan variasi flora dan fauna yang tinggi dapat memanfaatkan AI dalam hal identifikasi dan pendataan pada basis data. Dengan mengungkap keragaman yang dimiliki, Indonesia dapat memanfaatkan potensinya. Selain itu, dengan pendataan yang baik Upaya konservasi atau perlindungan keragaman hayati menjadi lebih efektif. Saat ini, upaya pendataan data keragaman hayati terutama pada jenis mikroorganisme di Indonesia termasuk rendah dibandngkan dengan negara lain. Salah satu usaha untuk mengungkap keanekaragaman hayati mikroorganisme di Indonesia sudah dilakukan oleh dosen Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Dr. Triastuti Rahayu. Melalui teknologi metagenomic dan analysis berbasis AI, beliau dapat mengungkap keanekaragaman bakteri yang hidup di tanah pemakaman. Hasil eksplorasi beliau adalah ratusan isolate bakteri yang berpotensi menghasilkan antibiotik, enzim pelisis, selulosa dan beberapa molekul besar lain.

Seorang peneliti dari Austria, Andreas Holzinger, menulis sebuah paper dengan judul 'AI for Life: Trends in artificial intelligence for biotechnology.' Beliau mengungkapkan peran AI di bidang bioteknologi yang dapat diterapkan pada berbagai bidang termasuk pertanian, kehutanan, kesehatan, dan perternakan. Dalam bidang pertanian dan peternakan misalnya perakitan robot dengan bantuan AI untuk otomatisasi peran petani dan peternak dalam merawat tanaman dan ternak termasuk kontrol penyakit, saat panen, dan pasca-panen. Di bidang kehutanan, AI dapat membantu dalam membca pola citra satelit atau foto dari drone untuk membuat profil hutan sehingga dapat diprediksi produk yang dihasilkan atau ancaman yang mungkin terjadi. Peran AI juga sangat penting di bidang kesehatan terutama dalam hal penemuan obat baru yang lebih efisien dan efek samping yang minimal.

Artificial intelligence tidak hanya berperan penting dalam pengembangan konten ilmu biologi namun juga pembelajran biologi. Dalam hal membelajarkan siswa atau peserta didik tentang biologi, AI memiliki peran yang krusial terutama dalam hal visualisasi objek biologi yang abstrak. Biologi sebagai ilmu yang unik menuntut pembelajaran yang unik pula. Umumnya ilmu biologi disampaikan kepada peserta didik dengan penyampaian konsep biologi dan dikuatkan dengan hasil percobaan atau praktikum.

Praktikum dilakukan untuk melatih siswa mengkonfirmasi konsep biologi yang didaptkan dan merasakan bagaimana peneliti, pada masanya, menemukan konsep yang diterima oleh siswa. Maka pembelajaran biologi sejatinya memiliki karakteristik yang unik untuk dapat memberikan konsep dasar kepada peserta didik.

Namun, karena konsep yang seringkali abstrak, tidak mudah diamati dengan indera, dan percobaan yang rumit maka pendidik dan peserta didik terjebak dalam metode “menghafal” konsep biologi. Selain itu, tantangan pada pembelajaran biologi yang menuntut pengamatan objek hidup secar langsung adalah kemampuan pendidik maupun peserta didik untuk mengakses objek biologi tersebut terbatas. Misalnya pengamatan burung di pegungungan memerlukan waktu, biaya, dan perangkat yang memadai. Hal-hal tersebut sering menjadi kendala pembalajaran biologi.

Dalam hal ini, AI berperan dalam memvisualisasikan konsep biologi yang abstrak tersebut. Produk AI seperti virtual reality dan augmented reality menjadi solusi yang menjanjikan untuk pembelajaran biologi. Di sisi lain, penggunaan teknologi pasti memberikan dampak positif dan negatif. Dampak negative yang sering terjadi dalam dunia pendidikan, tidak hanya pendidikan pada ilmu biologi, adalah rentan nya penerimaan informasi ilmu yang belum mapan, informasi yang miskonsepsi atau bahkan informasi palsu oleh peserta didik. Menggunakan AI peserta didik dapat mendapatkan informasi yang cepat dan dalam jumlah yang banyak yang belum terdapat verifiksasi data yang benar. Jika tidak memiliki kemampuan kritis dan analitis, maka peserta didik rentan menerima konsep yang tidak benar.

Pada hari Rabu, 20 November 2024, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) sebagai institusi pendidikan yang memiliki visi memberikan arah perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi berkontrobusi dalam diskusi bertajuk International Summit on Technology, Science, and Humanity (ISETH) dengan tema Developing Intelligent Technology for Humanity. Dikusi ilmiah tersebut dihadiri oleh pembicara dan peserta dari berbagai negara, lebih dari 20 negara, dengan jumlah lebih dari 1600 peserta. Melalui ISETH, diharapkan UMS mampu memberikan kontribusi positif terhadap perkemangan AI di bidang pendidikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement