Jumat 31 Jan 2025 19:47 WIB

Pakar Geospasial UGM: Terdapat Empat Potensi Asal-Usul Masalah Pagar Laut

Terdapat indikasi usaha konversi laut menjadi daratan dengan berbagai cara.

Pakar Geospasial Universitas Gadjah Mada (UGM), I Made Andi Arsana, berbicara dalam Sekolah Wartawan dengan tema Memetakan Sengkarut Pagar Laut, Kamis (30/1/2025).
Foto: Republika/Fernan Rahadi
Pakar Geospasial Universitas Gadjah Mada (UGM), I Made Andi Arsana, berbicara dalam Sekolah Wartawan dengan tema Memetakan Sengkarut Pagar Laut, Kamis (30/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar Geospasial Universitas Gadjah Mada (UGM), I Made Andi Arsana, menyebut terdapat empat potensi asal-usul masalah pada persoalan pagar laut Tangerang yang tengah ramai diperbincangkan belakangan ini. Yang pertama adalah kesalahan manipulasi sejak awal pagar tersebut dipasang.

"Bisa jadi kesalahan pemohon maupun kesalahan lurah," ujar Andi dalam Sekolah Wartawan dengan tema 'Memetakan Sengkarut Pagar Laut', Kamis (30/1/2025).

Kedua adalah kesalahan pengukuran lapangan di mana teknologi dan prosedur tidak sesuai atau dimanipulasi oleh oknum. Ketiga adalah penyalahgunaan wewenang di mana terjadi transaksi ilegal dan sertifikat tetap terbit meskipun jelas-jelas tidak sah.

Keempat adalah tumpang tindih regulasi atau adanya celah hukum. "Terjadi perubahan tata ruang tanpa publikasi atau terdapat pihak-pihak yang memanfaatkan celah hukum untuk mengubah status tanah," kata dosen Teknik Geodesi UGM tersebut.

Andi pun menyebut pihak-pihak yang mungkin terlibat dalam sengketa tersebut. Yang pertama adalah pemohon yang bisa terdiri dari individu, badan hukum, masyarakat adat, kemudian pihak kelurahan/desa, petugas ukur Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau surveyor swasta, BPN, Pemda atau dalam hal ini adalah Dinas Tata Ruang, atau lembaga terkait atau kementerian.

Terkait adanya pandangan pakar lainnya bahwa tanah perairan bisa disertifikatkan, alumnus University of New South Wales (UNSW) Sydney tersebut mengatakan bahwa perlu adanya sikap kritis berbasi legal dan spasial. Mengingat menurutnya terdapat indikasi usaha konversi laut menjadi daratan dengan berbagai cara.

"Karena berdasarkan citra satelit sejak tahun 1976, garis pantai masih berjarak ratusan meter dari lokasi pagar laut yang sekarang. Hal serupa juga masih terlihat hingga tahun 1982, meskipun terdapat sejumlah klaim sertifikat tanah tetapi citra satelit menunjukkan area tersebut tidak pernah menjadi daratan," katanya.

Andi pun turut menyanggah klaim sejumlah pihak yang menyebut jika kehadiran pagar laut adalah untuk pengendali abrasi. "Secara teori memang (pagar laut) bisa menahan abrasi. Tapi kajian ilmiah yang dilakukan harus komprehensif. Yang pasti tidak boleh mengubah zona perairan menjadi area reklamasi tanpa izin," kata Andi.

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement