Rabu 09 Apr 2025 16:56 WIB

Ekonom UGM Sebut Anjloknya IHSG Jadi Sinyal Krisis Kepercayaan Pasar

Penurunan IHSG merupakan sebuah akumulasi dari berbagai faktor.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Ekonom UGM, I Wayan Nuka Lantara
Foto: Wulan Intandari
Ekonom UGM, I Wayan Nuka Lantara

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pasar modal Indonesia tengah mengalami gejolak setelah merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam beberapa hari terakhir. IHSG dibuka melemah signifikan di posisi 5.914,28, turun 9,19 persen dibandingkan penutupan hari sebelumnya di level 6.510,62.

Penurunan ini lalu memicu penghentian sementara perdagangan (trading halt) selama 30 menit oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), sesuai dengan ketentuan batas auto reject bawah secara agregat. 

Menanggapi kondisi pasar modal ini, Pakar Keuangan, Investasi dan Perbankan sekaligus Dosen Departemen Manajemen UGM, I Wayan Nuka Lantara menilai penurunan IHSG bukan sekadar respons terhadap kondisi ekonomi, tetapi juga mencerminkan persepsi investor yang kehilangan kepercayaan terhadap stabilitas nasional.

"Itu terjadi karena aksi jual lebih banyak daripada aksi beli. Investor asing atau domestik merasa memegang saham itu sudah tidak baik lagi sehingga cepat-cepat menjualnya," kata Wayan, Rabu (9/4/2025).

Dia menyebut pelemahan IHSG ini tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi merupakan sebuah akumulasi dari berbagai faktor, mulai dari kebijakan pemerintah yang kontroversial, terungkapnya kasus korupsi di sejumlah BUMN, hingga ketidakpastian politik yang berkepanjangan.

Selain itu, aksi dalam jual saham-saham berkapitalisasi besar di sektor perbankan milik negara juga ikut memperparah situasi. Keputusan kontroversial pemerintah seperti penghapusan pencatatan utang Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta regulasi baru terkait Danantara mendapatkan tanggapan negatif dari pasar. 

Investor melihat tanda-tanda Indonesia yang mengimplikasikan tidak dalam kondisi baik sehingga membuat investor segera melepas aset mereka dan mencari peluang yang lebih baik di negara lain.

"Termasuk setelah Trump mengumumkan secara sepihak lalu orang menyebutnya sebagai perang dagang, itu membawa sinyal negatif kepada dunia," ungkapnya.

"Kita juga punya Presiden yang baru, kemudian kebijakan-kebijakan beliau itu belum dirasakan manfaatnya, implementasinya yang membawa kesan optimistis itu tidak terasa di level praktik kemudian yang terjadi adalah sentimen regional global yang sudah negatif ini itu terasa lebih parah di pasar modal Indonesia," ucap dia.

Dalam kondisi seperti ini, Wayan menilai kepercayaan menjadi faktor utama yang harus segera dipulihkan oleh Pemerintah, meskipun pemulihan kepercayaan itu adalah hal yang sulit.

Apalagi sebagai negara yang bersaing untuk menarik investor dengan Vietnam, Thailand, Malaysia, dan negara lainnya, Indonesia harus mampu menunjukkan stabilitas ekonomi dan politik. Jika tidak, capital outflow tersebut dikhawartirkan akan terus berlanjut.

“Kita tidak bisa hanya memburu investor, sementara negara lain justru menunjukkan perbaikan,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement