REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum lama ini, International Union of Muslim Scholar (IUMS) atau atau Persatuan Ulama Muslim Internasional mengeluarkan fatwa yang menyerukan seluruh umat Islam berjihad secara fisik atau berangkat langsung ke Gaza, Palestina. Fatwa kontroversial ini dikeluarkan bukan tanpa alasan. Namun demikian, ada banyak cara agar Indonesia dan rakyatnya tetap bisa berkontribusi terhadap Palestina dengan menjaga stabilitas dalam dan luar negeri.
Menanggapi seruan jihad dari para ulama yang terafiliasi dengan IUMS, pengamat isu politik Timur Tengah, Dr M. Najih Arromadloni menjelaskan pentingnya mengemas semangat jihad melalui wadah kemanusiaan.
“Perlu ditegaskan bahwa membela Palestina itu adalah suatu kewajiban. Kewajiban secara agama, kewajiban secara moral, dan kewajiban secara kemanusiaan. Mendukung kemerdekaan Palestina itu juga adalah amanat konstitusi Indonesia yang menegaskan bahwa penjajahan itu harus dihapus di seluruh muka bumi dan turut terlibat dalam menciptakan ketertiban dan perdamaian dunia,” terang dai yang akrab dengan sapaan Gus Najih ini, Selasa (15/4/2025).
Menurutnya, fatwa jihad secara langsung yang dikeluarkan oleh IUMS bukanlah tanpa sebab. Sudah diketahui secara umum bahwa sejak 7 Oktober 2023 sudah ada hampir 200 ribu orang Palestina yang terbunuh dan luka-luka akibat genosida yang dilakukan oleh Israel. Sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Selain itu, ada 11 ribu yang lain yang hilang, terkubur di bawah reruntuhan.
Menyoroti fatwa IUMS yang terbilang kontroversial ini, Gus Najih menegaskan bahwa fatwa jihad yang dikeluarkan, yakni jihad dengan bersenjata, perlu dikoreksi bersama. Dalam hukum fikih Islam, jihad yang menggunakan senjata itu harus diorganisasi dan dipimpin oleh pemerintahan yang sah, bukan oleh ormas, bukan oleh perorangan, individu, atau pihak non-pemerintah.
“Ini semua dilakukan tentu saja demi menjaga kemaslahatan dan ketertiban. Sekali lagi, di dalam hukum fikih Islam, tidak bisa perorangan atau pihak non-pemerintah menggerakkan jihad bersenjata secara mandiri. Jika tidak begini (mengikuti pemerintahan yang sah), maka semua orang atau kelompok bisa melakukan klaim sepihak atas urgensi angkat senjata yang bisa menyasar siapa saja,” ungkapnya.
Menurutnya, tidak ada yang meragukan beratnya penderitaan warga Palestina dalam menghadapi Israel. Namun demikian, Indonesia perlu memahami dampak negatif yang ditimbulkan apabila mayoritas umat Islam memenuhi seruan IUMS untuk berjihad secara langsung.
Gus Najih menjelaskan, seandainya banyak umat Islam yang notabene adalah masyarakat sipil yang tidak pernah mendapatkan pelatihan militer berangkat ke Gaza, jelas akan banyak korban berguguran. Dengan begini, unsur kemaslahatan umat yang seharusnya ada pada fatwa ulama jelas tidak akan terwujud, dan bantuan kemanusiaan yang seharusnya didapatkan oleh Palestina akan semakin berkurang jumlahnya.
“Jadi, sekali lagi, membela Palestina, melawan kezaliman yang dilakukan oleh Israel, itu adalah kewajiban. Kewajiban moral, kewajiban agama, dan amanat konstitusi. Tetapi itu semua harus dilakukan dengan rasional, tidak boleh melanggar hukum yang berlaku di Indonesia, dan harus mempertimbangkan hal yang maslahat. Kita harus berpikir strategis," katanya..
Dirinya mengajak rakyat Indonesia untuk melakukan pembelaan terhadap Palestina ini dalam kapasitasnya masing-masing. Sebagai masyarakat sipil yang tidak bersenjata, tidak terlatih, bukan bidangnya untuk melakukan jihad bersenjata ke sana.
“Kita berjuang sesuai kapasitas kita di sini, dengan terus mengkampanyekan pentingnya kemerdekaan Palestina sebagai sebuah bangsa. Bentuk kampanye yang dimaksud bisa melalui bantuan logistik, pendidikan, kesehatan dan yang sejenisnya," katanya.
“Ini saya kira langkah yang lebih realistis untuk dilakukan dan lebih strategis dibandingkan seruan untuk intervensi militer ke sana. Tentu langkah yang paling lemah juga adalah mendoakan. Mendoakan, terus mendoakan saudara-saudara kita sesama Muslim dan sesama manusia yang ada di Palestina ini," kata Gus Najih.
Gus Najih juga berharap agar segala bentuk upaya membela Palestina ini tidak membawa kemudharatan dalam bentuk apa pun di dalam negeri. Jika seruan jihad IUMS ini menimbulkan banyak gelombang masyarakat sipil yang menjadi FTF (Foreign Terrorist Fighter), justru akan menjadi masalah baru bagi keluarga yang ditinggalkan, dan bahkan mereka yang berangkat bisa membebani rakyat Palestina yang seharusnya mendapat pertolongan.
“Jangan memprovokasi dan jangan menebar propaganda yang tidak bertanggung jawab, yang berpotensi justru merusak stabilitas di negara-negara lain, apalagi di negara kita sendiri, Indonesia," tuturnya.