Selasa 29 Apr 2025 09:04 WIB

Cerita Pilu Mbah Tupon, Sertifikat Tanahnya Berganti Nama Diduga Ulah Mafia Tanah

BR menawarkan utangnya untuk dilunasi dalam bentuk membiayai pecah sertifikat.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Mbah Tupon yang diduga menjadi korban mafia tanah di Bantul.
Foto: Wulan Intandari
Mbah Tupon yang diduga menjadi korban mafia tanah di Bantul.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Publik sedang dihebohkan dengan kisah pilu yang dialami oleh Tupon Hadi Suwarno atau akrab disapa Mbah Tupon (68), warga Desa Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY. Adapun insiden yang menimpanya ini berkaitan dengan tanah pribadi miliknya seluas 1.655 meter persegi yang saat ini terancam hilang karena ulah mafia tanah.

Sertifikat tanah tersebut diketahui telah beralih nama tanpa sepengetahuan Mbah Tupon. Ia diduga menjadi korban mafia tanah pada 2020 lalu, di mana saat itu Mbah Tupon menjual sebagian tanahnya.

Saat itu total tanah Tupon 2.100 meter persegi dan seluas 298 meter persegi dijual ke seseorang berinisial BR. Tanah tersebut dijual dengan harga Rp 1 juta per meter. Selain menjual sebagian tanahnya, Tupon saat itu berinisiatif menghibahkan sebagian tanahnya untuk jalan dan gudang RT dengan rincian masing-masing 90 meter dan 54 meter.

Singkat cerita, proses jual beli dan pecah sertifikat sudah rampung, namun BR masih memiliki utang pembayaran tanah senilai Rp 35 ke juta ke Tupon. Alhasil, sekitar tahun 2021-an, BR justru menawarkan utangnya ke Mbah Tupon untuk dilunasi dalam bentuk membiayai pecah sertifikat Mbah Tupon yang seluas 1.655 meter persegi. Tawaran itu pun disepakati oleh Mbah Tupon. 
 
Namun dalam prosesnya, dia lantas diminta oleh T, seorang perantara BR, untuk menandatangani sejumlah dokumen yang Mbah Tupon tidak tahu soal apa isinya, mengingat kondisi Mbah Tupon tak bisa baca tulis.
 
"Waktu tanda tangan berkas nggak dibacain apa isinya, sementara bapak kan nggak bisa baca tulis," kata Heri, putra sulungnya Mbah Tupon, Senin (26/4/2025).
 
Heri mengatakan sang ayah dibawa ke dua lokasi, di Jalan Janti, Depok, Sleman dan Krapyak, Sewon, Bantul, sayangnya, sang ayah tak mengingat tempat apa itu. Setelahnya, proses pemecahan sertifikat itu tak kunjung selesai, Mbah Tupon pun diminta bersabar setiap kali menanyakan perkembangannya.
 
Insiden ini menjadi semakin pelik saat ada petugas bank yang datang ke rumah untuk menanyakan sekaligus menginformasikan jika tanah tersebut masuk sebagai agunan pinjaman dan akan dilelang lantaran tidak dibayar angsurannya. Sontak kedatangan pihak bank ini membuat syok berat Mbah Tupon yang tidak mengetahui apa yang terjadi pada sertifikat tanahnya itu. 
 
"(Progresnya tidak tau tetapi yang) terjadi justru balik nama atas nama IF dan diagunkan di bank senilai Rp 1,5 miliar," ungkapnya.
 
"(Waktu) bank datang ke sini sudah (masuk jadwal) pelelangan pertama. (Pihak bank) bilang mau ke sini lagi untuk mengukur ulang (tanah yang dijaminkan tersebut)," ujarnya, menambahkan.

Sementara Mbah Tupon sendiri, menyampaikan dokumen yang pernah di tandatangani olehnya itu berkaitan dengan pembagian tanah untuk anak-anaknya. 

"Saya hanya disuruh masuk, tanda tangan, lalu pulang. Tidak pernah diberi tahu isi berkasnya karena saya tidak bisa membaca. Yang penting sudah tanda tangan, lalu disuruh keluar. Rampung, saya langsung pulang," katanya dengan polos.

"Saya tahu menjadi seperti ini karena ada dari pihak bank yang datang dan menyampaikan bahwa tanah ini akan disita atau bagaimana. Saya jadi kaget dan tidak tahu apa-apa sampai sekarang," ungkapnya.

Kini insiden yang dialami oleh Mbah Tupon sudah dilaporkan kepada pihak berwajib dan masuk ke ranah hukum. Tak hanya warga, pemerintah hingga kementerian terkait pun turun tangan terhadap kasus tersebut.

Pemkab Bantul melalui Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Bantul Hermawan Setiaji mengatakan, pihaknya telah mengambil langkah cepat untuk persoalan yang dihadapi oleh Mbah Tupon dengan jalan mengutus staf dan lurah untuk berkomunikasi dengan Mbah Tupon.

"Yang intinya Pemkab berkomitmen untuk memberikan advokasi atau pendampingan hukum terhadap Pak Tupon," katanya.

Sementara Polres Bantul menyampaikan hingga saat ini polisi masih melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut.

"Apabila pelaku terbukti bersalah, pelaku terancam hukuman maksimal enam tahun penjara. Saat ini sendiri, kasus ini sudah ditangani Polda DIY dan masih dalam penyelidikan," ujar Kasi Humas Polres Bantul, AKP I Nengah Jeffry Prana Widnyana.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement