REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Publik sedang dihebohkan dengan kisah pilu yang dialami oleh Tupon Hadi Suwarno atau akrab disapa Mbah Tupon (68), warga Desa Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY. Adapun insiden yang menimpanya ini berkaitan dengan tanah pribadi miliknya seluas 1.655 meter persegi yang saat ini terancam hilang karena ulah mafia tanah.
Sertifikat tanah tersebut diketahui telah beralih nama tanpa sepengetahuan Mbah Tupon. Ia diduga menjadi korban mafia tanah pada 2020 lalu, di mana saat itu Mbah Tupon menjual sebagian tanahnya.
Saat itu total tanah Tupon 2.100 meter persegi dan seluas 298 meter persegi dijual ke seseorang berinisial BR. Tanah tersebut dijual dengan harga Rp 1 juta per meter. Selain menjual sebagian tanahnya, Tupon saat itu berinisiatif menghibahkan sebagian tanahnya untuk jalan dan gudang RT dengan rincian masing-masing 90 meter dan 54 meter.
"Saya hanya disuruh masuk, tanda tangan, lalu pulang. Tidak pernah diberi tahu isi berkasnya karena saya tidak bisa membaca. Yang penting sudah tanda tangan, lalu disuruh keluar. Rampung, saya langsung pulang," katanya dengan polos.
"Saya tahu menjadi seperti ini karena ada dari pihak bank yang datang dan menyampaikan bahwa tanah ini akan disita atau bagaimana. Saya jadi kaget dan tidak tahu apa-apa sampai sekarang," ungkapnya.
Kini insiden yang dialami oleh Mbah Tupon sudah dilaporkan kepada pihak berwajib dan masuk ke ranah hukum. Tak hanya warga, pemerintah hingga kementerian terkait pun turun tangan terhadap kasus tersebut.
Pemkab Bantul melalui Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Bantul Hermawan Setiaji mengatakan, pihaknya telah mengambil langkah cepat untuk persoalan yang dihadapi oleh Mbah Tupon dengan jalan mengutus staf dan lurah untuk berkomunikasi dengan Mbah Tupon.
"Yang intinya Pemkab berkomitmen untuk memberikan advokasi atau pendampingan hukum terhadap Pak Tupon," katanya.
Sementara Polres Bantul menyampaikan hingga saat ini polisi masih melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut.
"Apabila pelaku terbukti bersalah, pelaku terancam hukuman maksimal enam tahun penjara. Saat ini sendiri, kasus ini sudah ditangani Polda DIY dan masih dalam penyelidikan," ujar Kasi Humas Polres Bantul, AKP I Nengah Jeffry Prana Widnyana.