Jumat 16 May 2025 15:55 WIB

Anggota Dewan hingga Publik Figur Jadi Korban Pemerasan Jaringan Wartawan Gadungan

Dalam menjalankan aksinya, para pelaku biasanya menguntiti calon korbannya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Ditreskrimum Polda Jawa Tengah menggelar konferensi pengungkapan kasus jaringan wartawan gadungan beranggotakan 175 orang yang beroperasi di Pulau Jawa, Jumat (16/5/2025).
Foto: Kamran Dikarma/ Republika
Ditreskrimum Polda Jawa Tengah menggelar konferensi pengungkapan kasus jaringan wartawan gadungan beranggotakan 175 orang yang beroperasi di Pulau Jawa, Jumat (16/5/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ditreskrimum Polda Jawa Tengah (Jateng) telah membongkar jaringan wartawan gadungan beranggotakan 175 orang yang beroperasi di seluruh provinsi Pulau Jawa. Mereka kerap melakukan pemerasan hingga ratusan juta rupiah dengan mengancam akan menyebarluaskan aib korban.

Ditreskrimum Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagio mengungkapkan, korban dari jaringan wartawan gadungan berasal dari beragam kalangan. "Siapa korbannya? Korbannya dari semua kalangan, ada publik figur, anggota dewan, ada dari kedokteran, akademisi, pengusaha, dan masyarakat lainnya," ujarnya dalam konferensi pers di Mapolda Jateng, Semarang, Jumat (16/5/2025).

Dia mengatakan, sebelum melakukan pemerasan, para anggota jaringan wartawan gadungan tersebut terlebih dulu memilah calon korbannya. "Mereka memang sudah menarget orang-orang yang memiliki ekonomi atas. Jadi dia lihat, apabila korban itu menggunakan kendaraan bagus, itu langsung diikuti," ucap Dwi.

Dwi menjelaskan, dalam menjalankan aksinya, para pelaku biasanya menguntiti calon korbannya. "Jadi polanya dia mengikuti para korban, korban menghampiri suatu tempat penginapan, kemudian diikuti. Pada saat korban bersama pasangannya keluar dari penginapan, kemudian langsung ditemui oleh yang bersangkutan yang mengaku sebagai wartawan," ujarnya.

Dalam aksi tersebut, para pelaku bertindak secara berkelompok. "Mereka bisa menyiapkan anggotanya dalam setiap operasi minimal sepuluh orang. Bahkan ada beberapa kasus, mereka bisa mengerahkan 70 anggotanya," ungkap Dwi.

Saat operasi, para pelaku mengancam akan mempublikasikan atau menyebarluaskan perbuatan atau aib korban. "Sehingga korban ketakutan. Awalnya mereka diancam agar segera membayar tebusan sebanyak Rp 100 sampai Rp 150 juta. Yang kami dapatkan saat ini kasusnya, sudah terkirim Rp 12 juta," kata Dwi.

Menurut Dwi, uang hasil memeras tersebut kemudian dibagi rata oleh para pelaku. Dia mengungkapkan, berdasarkan keterangan yang telah dihimpun, jaringan wartawan gadungan tersebut telah beroperasi sejak 2020.

"Saat ini pengakuan mereka, baru sembilan kali yang terdata. Di Semarang tiga kali, di Yogya satu kali, Jakarta dua kali, Malang satu kali, dan Surabaya dua kali," ucap Dwi.

Pengakuan itu berasal dari empat tersangka yang telah diringkus Ditreskrimum Polda Jateng. Penangkapan keempat pelaku tersebut menjadi pintu bagi Polda Jateng dalam mengungkap jaringan wartawan gadungan beranggotakan 175 orang yang beroperasi di seluruh provinsi Pulau Jawa.

Dwi mengungkapkan, keempat tersangka dibekuk di Rest Area Tol Semarang-Boyolali pada 11 Mei 2025 lalu. Dalam penangkapan itu, Ditreskrimum Polda Jateng sebenarnya hendak membekuk tujuh orang, tapi tiga lainnya berhasil melarikan diri. "Yang empat orang sudah kami tahan, kemudian tiga kemarin bisa meloloskan diri. Empat orang ini atas nama HMG, AMS, KS, dan IH," kata Dwi.

Dia mengatakan, setelah penangkapan empat pelaku, yang salah satunya adalah perempuan, timnya segera melakukan pendalaman. Dari proses tersebut, Ditreskrimum Polda Jateng mengetahui bahwa empat tersangka merupakan anggota dari jaringan yang lebih besar.

"Ternyata ini adalah jaringan besar. Pelaku tersebut ternyata bukan hanya empat orang ataupun tujuh orang. Ternyata kelompok ini jumlahnya 175 anggota, dan itu ada di alat bukti digital yang telah kami sita," ujar Dwi.

Dia menjelaskan, 175 anggota jaringan wartawan gadungan itu berasal dari berbagai daerah dan memiliki latar belakang beragam. Bahkan ada anggota yang berstatus sebagai mahasiswa. "Kita terapkan Pasal 368 (KUHP), ancaman maksimal sembilan tahun penjara," kata Dwi ketika ditanya pasal apa yang dikenakan kepada keempat tersangka.

Dwi mendorong masyarakat yang pernah menjadi korban jaringan wartawan gadungan tersebut agar segera melapor. "Kerahasiaan identitas pelapor kami jamin," ujarnya.

Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto turut mendorong masyarakat yang pernah menjadi korban pemerasan jaringan wartawan gadungan untuk melapor. "Kita akan melakukan pendalaman, kita akan ungkap sindikat ini, dan diharapkan tidak terjadi lagi terhadap korban-korban lain," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement