Selasa 10 Jun 2025 22:18 WIB

Pemerintah Izinkan Pemda Rapat di Hotel, PHRI DIY Harap Bukan Sekadar Omon-Omon

Tanpa dukungan fiskal hotel dan restoran masih belum dapat merasakan dampak positif.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Karta Raharja Ucu
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo.
Foto: Wulan Intandari
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah pusat melalui pernyataan Menteri Dalam Negeri telah mengizinkan pemerintah daerah (pemda) untuk bisa kembali menyelenggarakan kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) di hotel maupun restoran. Pelonggaran kebijakan ini disambut baik oleh pelaku usaha perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang selama ini terdampak pembatasan belanja perjalanan dinas.

Kendati begitu, pelaku industri menekankan izin ini tidak akan berarti jika tidak disertai kelonggaran anggaran dari pusat. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo, mengatakan meskipun larangan penggunaan hotel telah dicabut, realisasinya tetap akan sulit jika anggaran Pemda masih dibatasi oleh kebijakan efisiensi belanja pemerintah.

"Ya kami menyambut baik izin itu. Tapi kami harapkan (kebijakan) ini bukan omon-omon (omong kosong). Pemerintah daerah bisa melaksanakannya karena sudah tidak ada larangan lagi, tapi kalau anggarannya dari pusat tidak dibuka, ya tetap tidak bisa," ujar Deddy, Senin (9/6/2025).

Menurut Deddy, hambatan utama yang dihadapi Pemda saat ini adalah Inpres Nomor 125 tentang efisiensi belanja pemerintah, yang belum mengalami pelonggaran. Tanpa adanya dukungan fiskal yang memadai, hotel dan restoran masih belum dapat merasakan dampak positif dari pelonggaran izin tersebut.

"Kami tidak minta banyak. Cukup beri ruang untuk kami hidup kembali. Kalau Pemda dibolehkan tapi tak punya anggaran, ya sama saja bohong," ucapnya.

Ia tak menampik bahwa sudah mulai ada reservasi dari beberapa instansi, namun skalanya masih sangat kecil. Deddy menduga kegiatan yang sudah mulai berjalan hanya bersumber dari anggaran sisa tahun sebelumnya.

"Saya dengar dari teman-teman, seminggu lalu mulai ada reservasi dari dinas, tapi tidak banyak. Kemungkinan masih memakai anggaran lama yang belum terpotong," ungkapnya menambahkan.

Karena itu, PHRI DIY kembali menekankan agar pemerintah pusat tidak hanya berhenti pada pelonggaran izin administratif, tetapi juga memberikan fleksibilitas anggaran agar sektor perhotelan bisa bergerak dan mendukung perekonomian daerah secara keseluruhan.

"Jangan hanya membolehkan, tapi juga longgarkan anggaran Pemda. Tanpa itu, bagaimana bisa berjalan? Anggarannya sudah digeser untuk program lain. Kami ini punya multiplier effect. Kalau hotel bisa jalan, tenaga kerja, pemasok makanan, hingga UMKM juga hidup. Ini bukan hanya soal kita, tapi soal ekonomi daerah secara keseluruhan," ujarnya.

Lebih lanjut, Deddy menyampaikan bahwa kondisi okupansi hotel yang tak kunjung membaik. Tingkat hunian kamar hotel di DIY, memang sempat mencapai angka rata-rata 75 persen dalam beberapa bulan terakhir, namun memasuki bulan Juni mulai menunjukkan tren penurunan kembali, termasuk di momen libur panjang Idul Adha 2025 yang tak memberikan angin segar bagi industri perhotelan.

"Okupansi hanya 20–40 persen, padahal ini libur panjang," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement