Senin 16 Jun 2025 18:36 WIB

Ikuti Swipe Safe, 8.367 Anak & Remaja Mampu Identifikasi Risiko Daring

ChildFund Australia telah berkomitmen untuk terus berkontribusi.

Berdaya Summit 2025: Melindungi Anak & Remaja di Era Digital, Rabu (11/6/2025).
Foto: dokpri
Berdaya Summit 2025: Melindungi Anak & Remaja di Era Digital, Rabu (11/6/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eksploitasi seksual dan kekerasan daring terhadap anak (Online Sexual Exploitation and Abuse towards Children/OSEAC) merupakan masalah kompleks yang menghalangi anak-anak dan kaum muda menggapai potensi mereka. Program Swipe Safe kolaborasi ChildFund International di Indonesia dan ChildFund Australia memungkinkan lebih dari 8.000 anak dan pemuda dapat mengidentifikasi dan merespons risiko daring.

“Inisiatif Swipe Safe kami kembangkan di Indonesia sejak Januari 2023 di Kupang & Semarang untuk mencegah kekerasan dan eksploitasi daring bagi anak sekaligus menumbuhkan ekosistem yang mendukung keamanan daring," jelas Child Protection & Advocacy Specialist ChildFund International di Indonesia, Reny Haning, dalam Berdaya Summit 2025: Melindungi Anak & Remaja di Era Digital, Rabu (11/6/2025). 

"Di Kota Kupang, belum banyak LSM yang benar-benar peduli dan berfokus pada isu-isu kekerasan dan risiko di ranah daring. Tapi ChildFund International di Indonesia hadir melalui program Swipe Safe, mengajak anak-anak untuk lebih sadar, lebih berani bersuara, dan tidak menjadi 'silent killer' di ruang daring," ujar Ansy Damaris Rihi Dara, SH dari LBH Apik NTT.

“Kajian ChildFund International di Indonesia pada tahun 2022 menunjukkan bahwa hampir 50 persen siswa sekolah menengah dan universitas telah melakukan intimidasi terhadap orang lain secara online dan 59 persen siswa telah menjadi korban perundungan daring dalam tiga bulan terakhir. Berdasar temuan-temuan inilah kami menggagas implementasi Swipe Safe di Indonesia,” ujar Country Director ChildFund International di Indonesia, Husnul Maad.

Swipe Safe merupakan inisiatif ChildFund Australia yang dikembangkan di tujuh negara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Program ini membangun ekosistem perlindungan anak di ranah daring melalui beberapa empat langkah.

“Pertama, pelatihan keamanan daring untuk anak dan pemuda. Kedua, sesi-sesi pengasuhan daring dan perlindungan anak di dunia online untuk orang tua dan pengasuh,” jelas Swipe Safe Coordinator ChildFund Australia, Muhammad Nuzul.

Pendekatan ketiga adalah peningkatan kapasitas tenaga perlindungan anak profesional, aparat penegak hukum, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan kepolisian. Keempat, advokasi untuk integrasi sistem modul Swipe Safe ke dalam pendidikan nasional dan kerangka kerja perlindungan anak.

"Dalam 2,5 tahun kami sudah melengkapi lebih dari 8.000 anak dan pemuda dengan kapasitas untuk mengenali dan merespon risiko daring. Untuk memperkuat ini, lebih dari 2.000 orang tua dan pengasuh sudah memiliki keterampilan yang memungkinkan mereka untuk melindungi dan membimbing anak-anak mereka dalam menavigasi dunia digital secara aman," jelas Reny.

Meski inisiatif ini hanya berlangsung kurang dari tiga tahun, ChildFund International di Indonesia dan mitra Yayasan Cita Masyarakat Madani serta Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranta telah memastikan keberlangsungannya dan kepemilikan di masyarakat melalui pelatihan fasilitator untuk pemuda, orang tua, guru dan tenaga perlindungan anak. Pada gilirannya, ini mendukung perluasan jangkauan pendidikan keselamatan daring dalam masyarakat.

"Kami juga memperkuat kapasitas 363 tenaga professional di Kabupaten & Kota Kupang serta Kota Semarang untuk mencegah dan merespons kasus kekerasan dan pelecehan seksual daring terhadap anak," ujar Reny.

Sekolah yang menjadi tempat di mana anak menghabiskan sebagian besar waktunya juga menjadi target intervensi Swipe Safe. Sejumlah 51 sekolah telah terlibat aktif dalam mempromosikan keselamatan daring melalui kolaborasi dengan dan integrasi modul dan prinsip-prinsip keamanan daring ke dalam lingkungan sekolah.

"Di era digital ini, anak-anak sudah aktif di media sosial, namun belum tentu disertai dengan kesadaran atau tanggung jawab dalam literasi digital. Bagaimana cara berinternet yang aman? Bagaimana mereka bisa menjaga privasi? Kami khawatir akan dampak dan risikonya. Melalui kegiatan Swipe Safe, setidaknya para siswa menjadi lebih sadar dan paham mengenai apa yang bisa mereka lakukan untuk berinternet dengan aman," ungkap Leni, guru BK dari salah satu SMA di Semarang.

"Kami berharap, langkah ini tak berhenti di sini. ChildFund International di Indonesia terbuka untuk berkolaborasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, lembaga filantropi, juga industri terkait," ujar Country Director ChildFund International di Indonesia, Husnul Maad.

ChildFund Australia sendiri telah berkomitmen untuk terus berkontribusi pada keselamatan anak-anak Indonesia di ranah daring.

“Swipe Safe adalah langkah penting dalam mewujudkan lingkungan digital yang aman dan memberdayakan bagi anak-anak. Kami berkomitmen untuk melanjutkan kerja baik Swipe Safe di Indonesia, dengan memastikan suara anak menjadi pusat dari setiap strategi perlindungan daring. Kami juga mendorong adopsi pendekatan ini oleh pemerintah sebagai bagian dari upaya bersama menciptakan ruang digital yang lebih aman dan inklusif," ujar Muhammad Nuzul.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement