REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Aipda Robig, polisi yang menjadi terdakwa kasus penembakan tiga siswa SMKN 4 Semarang, menyatakan bahwa tindakannya, meski mengakibatkan korban jiwa, bukan merupakan perbuatan melawan hukum. Hal itu disampaikan kuasa hukum Aipda Robig dalam persidangan di Pengadilan Negeri Semarang dengan agenda pembacaan duplik, Selasa (29/7/2025).
Saat membacakan duplik untuk kliennya, kuasa hukum Aipda Robig, Bayu Arief, menyinggung tentang teori kausalitas. Menurutnya, aksi penembakan yang dilakukan kliennya tidak terlepas dari serangkaian sebab.
Bayu merunut rangkaian sebab itu ke pembelian senjata tajam (sajam) jenis cocor bebek (corbek) oleh Gamma Rizkynata Oktafandy, siswa SMKN 4 Semarang yang tewas ditembak Aipda Robig pada 24 November 2024. Bayu mengatakan, sajam tersebut digunakan secara bergantian oleh Gamma dan teman-temannya untuk tawuran pada malam peristiwa penembakan.
Selain itu, Bayu mengeklaim, sajam itu pula yang berusaha diayunkan ke arah Aipda Robig sebelum melakukan penembakan. Bayu mengatakan, pada dini hari tanggal 24 November 2024, kliennya menghentikan sepeda motornya di depan minimarket Alfamart di Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang, setelah melihat Gamma dan enam temannya mengejar sebuah sepeda motor sambil membawa sajam.
Ketika sepeda motor yang dikejar masuk ke dalam gang, tiga sepeda motor yang ditumpangi Gamma dan teman-temannya memutar balik, lalu melaju ke arah Aipda Robig. Bayu mengeklaim kliennya melepaskan tembakan peringatan dan meneriakkan kata "polisi". Namun karena ketiga sepeda motor tersebut terus melaju sambil mengacungkan sajam, Aipda Robig akhirnya melepaskan tiga tembakan.
Peristiwa penembakan terjadi pukul 00:19 WIB. Selain menyebabkan Gamma tewas, tembakan Aipda Robig juga mengakibatkan dua siswa SMKN 4 Semarang lainnya terluka.
Bayu menilai, sebagai seorang anggota Polri, penembakan yang dilakukan kliennya sudah sesuai prosedur. Dia menyoroti kepemilikan senjata tajam yang digunakan Gamma dan teman-temannya. "Sebagai anggota Polri yang melakukan upaya pencegahan tindak pidana yang terjadi adalah suatu akibat dari sebab kejadian adanya ancaman dan serangan. Bahwa jika tidak ada sebab, maka tidak akan ada akibat," ujar Bayu saat membacakan duplik untuk kliennya.
Dia menambahkan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal istilah "hapusnya pidana". Bayu mengatakan, penghapusan pidana dapat dikenakan pada dua hal, yakni: pelaku tak dapat dipersalahkan dan perbuatan pelaku tak lagi dipandang sebagai perbuatan melawan hukum.
"Sebagaimana fakta-fakta hukum di persidangan, perbuatan terdakwa tidak lagi merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana digambarkan dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP, yakni mengenai pembelaan terpaksa atau noodweer," kata Bayu.