REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dari sebuah toko kecil berukuran 8x12 meter di Temanggung, Jawa Tengah, Importa kini bersiap menembus pasar Asia Tenggara. Perusahaan furnitur yang dikenal dengan inovasi lemari besi ini menargetkan bisa melakukan ekspansi ke Filipina pada 2026 mendatang, menyusul keberhasilan mereka membangun reputasi kuat di dalam negeri dan meraih Top Brand Award selama dua tahun berturut-turut.
"Sedang kami pelajari mendetail regulasi dan aturan main di Filipina. Insya Allah tahun depan (membuka cabang) di Filipina dulu, baru Thailand," ujar pendiri sekaligus CEO PT Importa Jaya Abadi, Nizar Bawazier, saat ditemui di kantor pusat Importa di Sleman, DIY, Kamis (21/8/2025).
Nizar menceritakan kesuksesan Importa tidak datang secara instan. Kisahnya dimulai pada awal 2000-an ketika ia harus memilih antara melanjutkan kuliah atau langsung terjun ke dunia kerja. Tanpa pertimbangan yang panjang, ia memilih opsi kedua dan memulai bisnis dari nol tanpa modal uang, tetapi hanya bermodalkan pinjaman toko dari orang tuanya.
"Selesai sekolah, tidak sempat kuliah karena saat itu dikasih pilihan sama orang tua. Mau kuliah atau serius kerja. Kalau kerja, mau dipinjamnkan toko. Benar-benar tidak dikasih modal uang tetapi dikasih modal kepercayaan," kenang Nizar.
Berawal dari menjual sofa yang ia produksi sendiri berkat pinjaman Rp 15 juta dari sang kakak, Nizar berani melangkah lebih jauh ke dunia pameran furnitur, hingga akhirnya booming di berbagai pusat perbelanjaan seperti Galeria Mall, Yogyakarta. Dari situlah merek miliknya mulai dikenal. Namun tantangan baru muncul saat ia berekspansi ke Surabaya dan kota lain. Tanpa sistem manajemen yang kuat, kecurangan internal di cabang-cabang membuat bisnisnya goyah.
"Ada momen ketika saya ekspansi ke Surabaya dan daerah lain, kendalanya malah internal, banyak fraud di cabang-cabang. Sempat frustasi tetapi saya tidak menyerah. Dari situ saya bangun sistem dan mulai menrekrut profesional," kata Nizar.
Perjalanan bisnis Nizar kemudian mengalami titik balik ketika ia menyadari persoalan klasik konsumen Indonesia, di mana furnitur mudah rusak karena iklim tropis. Ia pun berinovasi menciptakan lemari pakaian berbahan dasar besi, material yang kuat, tahan lembap, antijamur, dan anti rayap.
Ia pun memanfaatkan momentum ini untuk menghadirkan inovasi yang menjawab permasalahan tersebut. Meski sempat diragukan pasar, Nizar tetap yakin dengan visinya.
"Diketawain sama retail-retail karena seperti lemari arsip. Saya bilang ini lemari masa depan, anti jamur anti rayap," ujarnya.
Butuh waktu untuk meyakinkan pasar. Saat pertama kali menawarkan lemari besi, edukasi pasar menjadi pekerjaan berat. Minimnya tim, strategi marketing terbatas, serta stigma bahwa lemari besi hanya untuk kantor membuat produk ini sulit diterima.
Namun begitu tren bergerak ke arah kepraktisan dan daya tahan, lemari besi Importa mulai mendapat tempat. Kini, Importa menjadi market leader di segmen ini dengan Top Brand Index 39,6 persen, mengungguli merek-merek lama seperti Brother dan Alba. Perusahaan juga meraih Top Brand Award 2024 dan 2025 untuk kategori furnitur berbahan besi.
Nizar menyampaikan Importa memilih material besi karena lebih ramah lingkungan dibandingkan kayu olahan seperti particle board. Besi tidak hanya kuat dan tahan lama, tetapi juga dapat didaur ulang dan tidak memerlukan penebangan pohon dalam proses produksinya.
"Karena target kita juga, jadinya produk kita harus stylist, fungsional dan yang paling penting harganya terjangkau. Bagaimana saya mempunyai produk yang bagus tetapi bersahabat harganya,” ungkap Nizar.
Filipina, Gerbang Menuju Pasar Asia Tenggara
Filipina dipilih bukan tanpa alasan. Selain populasi besar yang mencapai 120 juta jiwa, karakteristik konsumennya, kata Nizar, mirip dengan Indonesia. Lebih dari itu, pasar furnitur berbahan dasar besi di negara tersebut belum memiliki pemain dominan, membuka peluang besar bagi Importa untuk menjadi pionir.
Dengan ekspansi ke Filipina kemudian rencananya juga ke Thailand, Importa ingin membuktikan bahwa merek lokal Indonesia tak hanya bisa bertahan, tapi juga menang di pasar internasional. Ia percaya, konsistensi dan persistensi adalah kunci utama di balik semua pencapaian ini.
"Kalau pasar Indonesia saya yakin, berbekal gimana caranya orang gaji UMR tetapi bisa beli mebel dan saya yakin pasar kami di Indonesia besar sekali," kata dia.
"Nah kalau saya masuk ke negara-negara itu, cepat mengedukasi pasar, kesuksesan di Indonesia bisa diulangi lagi di sana. Targetnya tahun depan buka di Filipina. Brand lokal bisa mengglobal," ucapnya optimistis.
Namun, ekspansi lintas negara bukan perkara mudah. Ia mengatakan Importa saat ini masih mempelajari regulasi perdagangan, perpajakan, logistik, hingga strategi adaptasi produk terhadap budaya dan gaya hidup lokal Filipina. Di tengah optimisme, Nizar mengakui bahwa kesiapan sistem internal dan kesiapan SDM menjadi faktor penentu sukses tidaknya ekspansi ini.
Importa percaya akan mampu bersaing tak hanya dengan pemain lokal Filipina, tapi juga global. Selain itu, ia juga menyampaikan target perusahaan untuk mampu membuka cabang di 30 kota besar di Indonesia hingga akhir 2025. Setelah itu, fokus utama bergeser ke regional, dengan Filipina dan Thailand sebagai langkah awal menuju pasar ASEAN yang lebih luas.
"Target saya sampai akhir tahun ini 30 cabang. Mitranya sudah 4.500, sedangkan aktif otlet sudah 3,500, selalu repeat order," ungkapnya.