Selasa 26 Aug 2025 14:07 WIB

Ruwatan Anak Rambut Gimbal Dieng: Tradisi Mistis Anak-Anak Negeri di Atas Awan

Tradisi ruwatan rambut gimbal di Dieng Wonosobo jadi ritual sakral penuh makna.

Seorang anak Bajang atau berambut gimbal.
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Seorang anak Bajang atau berambut gimbal.

REPUBLIKA.CO.ID, "Ana kidung rumekso ing wengi, teguh hayu luputa ing lara, luputa bilahi kabeh… (ada sebuah lagu untuk melindungimu di malam hari, tetaplah kuat, lupakan rasa sakit, lupakan semua kesedihan…)"

Alunan tembang Dhandhanggula itu terdengar lirih di pelataran Kompleks Candi Arjuna, Dataran Tinggi Dieng, Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Suasana pun menjadi hening dan terasa sakral ketika pemangku adat Dieng memulai upacara penjamasan. Namun penjamasan itu bukan dilakukan terhadap benda pusaka, melainkan menjamas anak-anak berambut gimbal yang akan menjalani ruwatan.

Ritual yang dikenal dengan sebutan ruwatan anak berambut gimbal itu diperkirakan telah menjadi tradisi masyarakat Dieng sejak ratusan tahun silam dan kini dikemas menjadi bagian dari agenda wisata tahunan berupa Dieng Culture Festival (DCF) yang diselenggarakan oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dieng Pandawa, Desa Dieng Kulon.

Di sekitaran Dataran Tinggi Dieng, baik yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara, Wonosobo, maupun Batang, hingga saat ini masih banyak terdapat anak berambut gimbal. Bahkan, anak-anak berambut gimbal itu juga bisa dijumpai di sejumlah daerah seperti Jakarta dan Yogyakarta karena orang tuanya memiliki garis keturunan dengan masyarakat Dieng.

Berdasarkan legenda yang diyakini masyarakat setempat, anak berambut gimbal yang kerap disebut anak bajang itu merupakan titisan Kiai Kolodete --seorang tokoh sakti yang memiliki kemampuan spiritual tinggi dan dipercaya memiliki kekuatan luar biasa untuk menjaga dan memakmurkan daerah Dieng.

Kiai Kolodete yang merupakan tokoh pembuka kawasan Dieng itu merupakan sosok berambut gimbal dan panjang. Ia pernah bersumpah tidak akan mencukur rambutnya jika Dataran Tinggi Dieng belum makmur dan akan menitiskan rohnya kepada anak yang baru lahir atau baru saja bisa berjalan apabila keinginan tersebut tidak terkabul.

Karenanya, anak-anak bajang yang diyakini sebagai titisan Kiai Kolodete itu memiliki rambut gimbal yang tumbuh secara alami sejak masih balita. Ketika rambut gimbalnya akan tumbuh, anak-anak itu terlebih dahulu sakit demam dan sebagainya.

Anak-anak tersebut diyakini tidak akan berambut gimbal lagi setelah menjalani ruwatan untuk memotong rambut gimbalnya. Dalam hal ini, pemotongan rambut gimbal harus dilakukan melalui ruwatan karena jika tanpa diruwat, sang anak akan sakit dan rambut gimbalnya akan kembali tumbuh.

Kendati demikian, ruwatan rambut gimbal dapat dilakukan kapan saja sesuai kemampuan orang tua karena biayanya tidak sedikit dan hal itu atas permintaan sang anak. Jika anaknya belum berkehendak, orang tua tidak bisa memaksanya meskipun telah memiliki dana untuk menggelar ruwatan termasuk menuruti apa pun permintaan anak yang akan diruwat.

Atas dasar itulah, Pokdarwis Dieng Pandawa menyelenggarakan ruwatan massal anak-anak berambut gimbal yang dikemas melalui agenda wisata budaya DCF yang telah memasuki tahun ke-15. Ruwatan itu sempat tidak diselenggarakan pada 2023 karena adanya pembenahan di Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng.

Dalam setiap pelaksanaan ruwatan, permintaan dari seluruh anak berambut gimbal yang akan diruwat itu disediakan Pokdarwis Dieng Pandawa selaku panitia guna meringankan beban orang tua masing-masing. Karena itu, Panitia DCF XV Tahun 2025 berupaya memenuhi seluruh permintaan anak berambut gimbal yang menjalani ruwatan pada Ahad (24/8/2025) meskipun sering kali menemui kesulitan untuk mendapatkannya.

Ketua Pokdarwis Dieng Pandawa Alif Faozi mengatakan ruwatan massal pada DCF 2025 diikuti delapan anak berambut gimbal dengan permintaan beragam. Mulai dari jajanan pasar, buku tulis, ponsel, hingga buah rambutan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement