REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Anies Baswedan menyampaikan pentingnya membangun masa depan demokrasi yang memberi ruang bagi semua orang, termasuk mereka yang tidak memiliki koneksi. Menurut Anies, masa depan orang yang tak punya koneksi lebih penting daripada orang yang memiliki koneksi.
"Lebih penting masa depan orang yang tanpa koneksi. Karena kalau masa depan orang yang sudah punya koneksi sudah jelas. Tetapi masa depan yang tanpa koneksi, itu yang perlu demokrasi, meritokrasi, dan perlu kita tata sama-sama," ujar Anies dalam Notonagoro Public Lecture 2025 bertajuk 'Masa Depan Pemerintahan Negara Hukum dan Demokrasi' yang digelar oleh Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) di Auditorium Gedung B FH UGM, Selasa (26/8/2025).
Anies menegaskan bahwa beberapa negara, demokratisasi menjadi bentuk usaha damai untuk mengelola kepentingan masyarakat, dan hasilnya mengikat seluruh elemen di negara Indonesia. Ia mencontohkan pemilu pascareformasi yang hanya diikuti tiga partai, dan semakin berkembang menjadi sangat banyak. Persoalan pendanaan partai politik di Indonesia tidak pernah direformasi dengan serius. Demikian juga hubungan pusat dan daerah yang mengalami devolusi tanpa desain yang matang.
Ia menilai konsolidasi demokrasi Indonesia relatif berjalan baik setelah lebih dari 25 tahun reformasi, meskipun sejumlah sektor masih membutuhkan perhatian serius, seperti birokrasi dan pengelolaan partai politik. Menurutnya, demokrasi harus terus diperbarui atau di-upgrade agar tidak terjerumus pada kecenderungan otoritarianisme.
“Indonesia perlu melakukan koreksi atas hal-hal yang masih kurang. Review variabel yang dianggap lemah, bagaimana demokrasi bisa nyambung dengan deliveri kebijakan, sehingga aspirasi rakyat benar-benar masuk dalam sistem," kata salah satu kontestan Pilpres RI 2024 tersebut.
Lebih lanjut, ia menegaskan terdapat lima ciri bangsa yang sukses menata diri yakni regulasi pasar yang sehat, demokrasi yang menjunjung kebebasan, investasi besar pada kualitas manusia, jaminan sosial yang komprehensif, serta pengelolaan tenaga kerja yang berkelanjutan.
Selain menghadirkan Anies, acara ini dimoderatori Ketua Departemen Hukum Tata Negara FH UGM, Zainal Arifin Mochtar, serta menghadirkan Pakar Hukum UGM, Yance Arizona. Acara dipandu oleh Fara Nur Puspitasari dari Clinical Legal Studies FH UGM.
Yance menjelaskan makna 'Notonagoro' sebagai kata kerja dalam bahasa Jawa, yakni upaya menata negara agar lebih baik di masa depan.
Kuliah umum tersebut menjadi ajang refleksi tidak hanya sebagai analisis akademis, tetapi juga mengingatkan bahwa demokrasi sejatinya menyangkut masa depan banyak orang, terutama mereka yang selama ini berada di pinggiran sistem.