REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ratusan buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD DIY, Rabu (27/8/2025). Mereka berkumpul sejak pukul 11.30 WIB untuk menyuarakan aspirasi ketidakpuasan karyawan terhadap direktur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan mengenakan pakaian serba hitam dan merah.
Di antara massa aksi tampak spanduk dengan tulisan, ‘Revisi UU Ketenagakerjaan Sekarang Juga, Selamatkan Pekerja PT Tarumartani 1918’. Berbagai bendera organisasi perkumpulan buruh dikibarkan, dan yang paling menarik adalah berkibarnya bendera One Piece di tengah massa demonstran.
Orasi disampaikan bergantian melalui pengeras suara. Ketua Serikat Pekerja PT Tarumartani 1918, Suharyanto, menyatakan bahwa beberapa karyawan menilai kondisi lingkungan kerja tidak nyaman dan manajemen PT Tarumartani 1918 yang galak dan arogan.
“Sikap direktur arogan, selalu bentak-bentak. Istilahnya kalau sesuatu yang nggak seharusnya dibentak itu udah dibentak-bentak duluan. selain itu, kebijakan-kebijakannya sangat membuat lingkungan kerja tidak nyaman,” kata Suharyanto, saat diwawancarai wartawan, pada Rabu (27/8/2025).
Menurutnya, karena hal itu banyak karyawan yang memutuskan untuk mengundurkan diri. Ia juga mencatat ada 12 karyawan, satu di antaranya adalah seorang HRD, yang baru dua bulan bekerja memutuskan untuk keluar dari PT Tarumartani 1918. Ia mengatakan bahwa selain galak dan arogan dalam mengelola manajemen PT Tarumartani 1918, pihaknya juga menyampaikan uang lembur karyawan dipotong.
“Ada pemotongan uang lembur juga. Misalkan empat jam lembur itu dipotong per setengah jam,” ucapnya.
Saat audiensi, massa MPBI DIY menyampaikan enam tuntutan utama buruh yakni hapus outsourcing dan tolak upah murah, hentikan PHK dengan pembentukan Satgas PHK, reformasi pajak perburuhan, pengesahan RUU PPRT, pengesahan RUU Ketenagakerjaan tanpa Omnibus Law, serta pengesahan RUU Perampasan Aset.
Direktur Utama PT Tarumartani 1918, Widayat Joko Priyanto juga hadir dalam audiensi tersebut.
“Saya selalu tegas dalam hal yang berkaitan dengan produktivitas dan penyimpangan. Bahkan saya bisa dicek dalam banyak hal,” ungkapnya.
Ia mengatakan 12 karyawan yang memutuskan untuk mengundurkan diri itu memiliki alasannya masing-masing seperti mengurus anak hingga mendapatkan pekerjaan dengan tawaran gaji yang lebih tinggi.
“Apa pun itu jadi bahan evaluasi, dan prinsip kita tetap komitmen apa pun itu. Hal yang belum siap harus dilaksanakan. Tidak ada yang sempurna tetapi komitmen kita untuk berbenah dalam semua aspek, termasuk ketenagakerjaan harus terbaik,” ungkapnya.
Lebih lanjut, MPBI DIY juga menyoroti kondisi pekerja di PT Tarumartani 1918. Mereka menilai ada sejumlah masalah, seperti mandeknya pembahasan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), belum diterapkannya struktur dan skala upah, serta adanya ketidaknyamanan dalam lingkungan kerja.
Komisaris Utama PT Tarumartani 1918, Muhammad Jamaludin, menyatakan bahwa tuntutan massa aksi dapat segera diproses jika sudah diajukan secara resmi, kemudian akan diteruskan ke pemerintah pusat.
“Surat dari teman-teman ini bisa kami sampaikan ke pusat,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa surat tanda terima dan bukti pengiriman akan diberikan sebagai bentuk transparansi. Sementara itu, terkait tuntutan kedua mengenai kenyamanan bekerja, perlu dilakukan diskusi antara direktur, komisaris, pembina BUMD, hingga inspektorat untuk mencari solusi perbaikan.
Hingga pukul 13.15 WIB, aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD DIY berlangsung tertib tanpa menimbulkan kerusakan fasilitas. Setelah menyampaikan orasi, dilakukan diskusi terbuka di ruang rapat DPRD DIY, dan massa secara perlahan membubarkan diri. Aksi ini menegaskan komitmen para demonstran untuk menyuarakan aspirasi secara damai.