REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sebuah video yang memperlihatkan seorang pemuda diangkat oleh sejumlah aparat viral di media sosial. Sosok dalam video itu disebut adalah Rheza Sendy Pratama, mahasiswa Universitas Amikom Yogyakarta yang belakangan diketahui meninggal dunia usai kericuhan di depan Mapolda DIY pada Ahad (31/8/2025).
Warganet menyoroti cara aparat menangani sosok dalam video tersebut. Banyak yang menilai proses tersebut tidak manusiawi. Menanggapi hal ini, Kapolda DIY Irjen Pol Anggoro Sukartono menyampaikan proses evakuasi yang dilakukan terhadap Rheza. Kala itu, ia dalam kondisi lemah dan dievakuasi untuk diselamatkan.
"Korban itu diambil dari TKP (tempat kejadian perkara), dibawa ke dalam untuk diselamatkan karena kondisinya dalam keadaan lemah. Jadi diangkat, dibawa. Karena situasi gas air mata semua, rekan-rekan bisa lihat posisinya. Kemudian dibawa ke dalam, ditangani oleh kedokteran kepolisian," ujar Anggoro kepada awak media di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa (2/9/2025).
Evakuasi dilakukan dalam situasi darurat karena kawasan sekitar Mapolda DIY saat itu dipenuhi gas air mata. Rheza kemudian dibawa ke dalam Mapolda untuk mendapatkan pertolongan pertama dari tim kedokteran kepolisian. Namun karena kondisinya tidak kunjung membaik, ia kemudian dirujuk ke rumah sakit menggunakan ambulans pinjaman dari RSUP Dr. Sardjito.
"Di sana dibawa menggunakan ambulans, tapi bukan menggunakan ambulans kita, karena situasi kita tidak bisa keluar. Nah, kita pinjam dari Sardjito (RSUD Dr. Sardjito) dan diantar ke sana," ucapnya.
Terkait video tersebut, Anggoro mengatakan pentingnya mendalami semua konten visual yang beredar di media sosial sebelum menarik kesimpulan. Pihaknya akan melakukan pendalaman lebih lanjut terhadap video yang beredar.
Kapolda menegaskan penyelidikan kasus itu masih berjalan, termasuk pendalaman berbagai informasi dan video yang beredar di media sosial terkait pemicu kematian Rheza. "Semua yang beredar di media harus dilakukan penelitian dan pendalaman apakah itu dikatakan seperti tadi (tidak manusiawi -Red) karena dalam situasi chaos," ujarnya.
"Dari enam orang yang kita bawa, semua menjadi tanggung jawab rumah sakit pada saat kita serahkan. Pertolongan pertama sudah kami lakukan," katanya menambahkan.
Kapolda DIY meyakini bahwa apa yang dilakukan anggotanya saat menghadapi massa saat itu sudah sesuai dengan prosedur standar operasi (SOP). Ia juga menegaskan tidak pernah menginstruksikan aparat yang berada di lokasi untuk menghalau massa dengan cara yang keras, seperti yang ramai diperbincangan warganet belakangan ini.
"Tidak ada instruksi itu," ujar Anggoro.