Sabtu 06 Sep 2025 23:07 WIB

Pos Polisi DIY Dirusak, Mahfud MD: Yogya Itu Barometer, Kalau Panas Indonesia Ikutan Panas

Mahfud mengimbau seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga kondusivitas.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Karta Raharja Ucu
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mahfud MD.
Foto: Wulan Intandari/ Republika
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTARentetan aksi perusakan yang menyasar sejumlah pos polisi di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Kamis (4/9/2025) mendapatkan reaksi dari Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mahfud MD. Serangan yang terjadi di beberapa titik itu diduga dilakukan oleh orang tak dikenal (OTK).

Pos Polisi Pingit menjadi salah satu target, di mana seorang pengendara motor terekam CCTV melemparkan botol berisi bahan bakar yang diduga bom molotov ke arah kantor tersebut sekitar pukul 05.20 WIB. Sementara empat pos polisi lainnya yang berada di Kabupaten Sleman yakni Pos Lantas Monjali, Pos Lantas Jombor, Pos Lantas Pelemgurih, Gamping dan Pos Polisi Kronggahan alami kerusakan akibat dilempar batu.

Dalam lawatannya ke Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Mahfud menekankan pentingnya menjaga stabilitas keamanan di Yogyakarta yang menurutnya ikut menjadi tolok ukur kondisi nasional. "Jogja itu barometer, kalau Jogja panas, biasanya seluruh Indonesia ikutan panas. Kalau Jogja masih dingin, biasanya semuanya bisa dingin," ujar Mahfud kepada awak media, Kamis (4/9/2025).

Mahfud mengimbau seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga kondusivitas wilayah, guna mencegah eskalasi konflik yang bisa berdampak luas. "Mari kita jaga Jogja ini, jangan sampai timbul situasi chaos di sini," ucapnya.

Dalam kesempatan ini, eks Menko Polhukam ini juga menyampaikan pandangannya soal gelombang unjuk rasa yang terjadi di sejumlah daerah, termasuk Yogyakarta. Ia menyebut bahwa gerakan tersebut umumnya muncul secara organik sebagai bentuk ekspresi kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Namun begitu, Mahfud tak menampik kemungkinan adanya pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan momen tersebut untuk kepentingan tertentu.

"Pokok masalahnya itu akumulasi kekecewaan publik terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang tidak pernah ditanggapi serius," ungkapnya.

"Cuma kemudian ada yang menunggangi," ucap dia menambahkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement