Rabu 01 Oct 2025 15:34 WIB

72 Jam Jadi Golden Time Penyelamatan Santri yang Terjebak Reruntuhan Musholah Pesantren Sidoarjo

Hingga Selasa malam, tercatat ada 102 santri menjadi korban, dengan tiga meninggal.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Karta Raharja Ucu
Tim SAR gabungan mencari korban bangunan mushala yang ambruk di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (30/9/2025). Berdasarkan data Badan SAR Nasional terdapat 100 orang santri menjadi korban dalam peristiwa itu, 99 orang berhasil diselamatkan dimana delapan orang dievakuasi tim SAR gabungan dan 91 orang melakukan evakuasi mandiri setelah kejadian, sementara satu orang dilaporkan meninggal dunia.
Foto: AP Photo/Trisnadi
Tim SAR gabungan mencari korban bangunan mushala yang ambruk di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (30/9/2025). Berdasarkan data Badan SAR Nasional terdapat 100 orang santri menjadi korban dalam peristiwa itu, 99 orang berhasil diselamatkan dimana delapan orang dievakuasi tim SAR gabungan dan 91 orang melakukan evakuasi mandiri setelah kejadian, sementara satu orang dilaporkan meninggal dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Tim SAR gabungan dari Basarnas terus melakukan berbagai upaya untuk mengevakuasi para santri yang tertimbun reruntuhan bangunan musala tiga lantai di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Fokus utama saat ini adalah memanfaatkan 'golden time' atau masa krusial pascakejadian guna menyelamatkan korban yang diketahui masih dalam kondisi hidup.

Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii menyampaikan rentang waktu ini sangat menentukan keberhasilan penyelamatan korban. "Saat ini kita mengejar golden time, karena dimungkinkan dari golden time inilah yang kita detek masih ada (tanda-tanda) kehidupan ini masih memungkinkan untuk bisa kita selamatkan dalam kondisi hidup," ujar Syafii dalam konferensi pers, Rabu (1/10/2025).

Syafii menjelaskan golden time umumnya berlangsung hingga 72 jam setelah kejadian. Namun, kondisi saat ini menunjukkan harapan baru.

"Sesuai teori memang 72 jam, namun saat kita sudah bisa menyentuh korban, kita sudah bisa suplai minuman vitamin, bahkan infus, memungkinkan yang bersangkutan bisa bertahan lebih lama," ucapnya.

Hingga Rabu pagi (1/10/2025), ia mengungkapkan tim SAR gabungan telah berhasil mengevakuasi sejumlah korban, baik yang selamat maupun meninggal dunia. Berdasarkan data Kantor SAR Surabaya hingga Selasa malam, tercatat ada 102 santri menjadi korban, dengan tiga di antaranya meninggal dunia.

Operasi penyelamatan masih terus berlangsung dengan melibatkan berbagai unsur, termasuk Basarnas, TNI, Polri, relawan, hingga masyarakat setempat. Mereka bahu membahu menyingkirkan puing-puing demi mempercepat evakuasi dan memberikan pertolongan kepada korban yang masih memiliki peluang untuk selamat.

Syafii juga menekankan pentingnya profesionalisme dalam proses evakuasi dan meminta masyarakat serta media memahami perlunya area steril dalam operasi pencarian korban. Ia menjelaskan Basarnas menggunakan teknologi deteksi suhu tubuh dan aktivitas manusia untuk menemukan korban yang masih hidup, dan tindakan seperti clear area mutlak diperlukan agar alat-alat dapat bekerja secara optimal.

"Kemarin ada tindakan untuk clear area, semua personil diajak untuk keluar, bukan karena kita tidak ingin teman-teman media untuk ikut bergabung melihat secara langsung, tetapi ini memberikan ruang oksigen untuk mereka yang masih terjebak diruntuhan," ungkapnya.

"Kita bekerja profesional apapun yang kita lakukan setiap saat akan kita di-clear," ucapnya.

Dia menyampaikan beberapa korban yang telah berhasil diidentifikasi dan disentuh tim SAR sudah diberikan bantuan medis seperti minuman, vitamin, hingga infus, yang diharapkan bisa memperpanjang ketahanan mereka. Namun ia tak menepis tantangan di lapangan tidak ringan.

Struktur bangunan yang tidak stabil serta potensi longsoran menghambat akses ke titik korban. Salah satu solusi yang tengah dilakukan adalah membuat jalur bawah tanah dengan diameter terbatas.

"Untuk menyentuh sampai ke titik korban kita akan membuat gorong-gorong di bawah tanah," kata dia.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika DIY Jateng & Jatim (@republikajogja)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement