Kamis 02 Oct 2025 14:14 WIB

Membaca Nyaring, Jalan Sunyi Membangun Budaya Literasi Bangsa

Kemampuan literasi anak Indonesia masih berada di bawah rata-rata negara ASEAN.

Iin Inawati
Foto: dokpri
Iin Inawati

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr Iin Inawati, MPd (Dosen Magister Pendidikan Bahasa Inggris dan Pendiri Gerakan Ceria dengan Membaca (CeRiBa))

Membaca nyaring kerap dipandang sebelah mata, padahal ia merupakan jembatan emas menuju generasi gemar membaca. Kegiatan ini tidak membutuhkan biaya besar ataupun fasilitas canggih. Yang terpenting adalah pemilihan buku yang sesuai dengan usia dan perkembangan anak. Sayangnya, di tengah derasnya arus digital, kebiasaan sederhana ini sering terabaikan.

Data Program for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa kemampuan literasi anak Indonesia masih berada di bawah rata-rata negara ASEAN. Skor membaca siswa Indonesia bahkan tertinggal jauh dibandingkan Singapura. Salah satu penyebabnya adalah minimnya kebiasaan membaca sejak usia dini. Dalam konteks ini, membaca nyaring dapat menjadi jalan sunyi, tetapi efektif, untuk memperbaiki kondisi tersebut.

Tahapan dan Manfaat Membaca Nyaring

Dalam praktiknya, membaca nyaring terdiri atas beberapa tahapan sederhana namun bermakna. Pertama, memilih buku yang sesuai usia anak. Kedua, membacakan dengan suara lantang, intonasi hidup, serta ekspresi wajah yang menarik agar anak larut dalam cerita. Ketiga, memberikan jeda untuk menunjuk gambar atau mengajukan pertanyaan singkat sehingga anak merasa terlibat. Terakhir, menutup dengan percakapan ringan tentang isi cerita agar anak belajar merefleksikan pengalaman membaca. Tahapan ini menjadikan membaca nyaring bukan sekadar aktivitas mendengar, melainkan proses interaktif yang menumbuhkan cinta pada buku.

Untuk anak usia taman kanak-kanak dan sekolah dasar, pemerintah sebenarnya telah menyediakan sarana melalui Gerakan Literasi Nasional (GLN). Buku-buku tersebut telah ditata berdasarkan tingkat usia dan kemampuan anak, bahkan ditulis oleh penulis serta ilustrator berkualitas melalui seleksi nasional. Seluruh bahan bacaan ini dapat diakses gratis melalui situs budikemdikbud.id. Buku-buku tersebut akan terasa manfaatnya Ketika digunakan dalam aktifitas membaca nyaring baik oleh guru maupun orang tua.

Dengan kegiatan membaca nyaring anak dapat meningkatkan kemampuan literasi sejak dini, terbiasa berinteraksi dengan teks, sekaligus menikmati pengalaman rekreatif bersama buku. Membaca nyaring juga menghadirkan momen kebersamaan yang penuh tawa sekaligus renungan. Lebih jauh lagi, ia menumbuhkan kedekatan emosional antara anak dan orang dewasa yang membacakan cerita. Ikatan ini memperkuat kasih sayang sekaligus membangun rasa percaya diri anak untuk mencintai buku.

Sejumlah penelitian internasional terbaru turut membuktikan dampak positif membaca nyaring pada perkembangan anak. Misalnya, penelitian Keelor dkk. (2025) di Amerika menunjukkan bahwa membaca bersama secara terstruktur dapat meningkatkan kosakata anak prasekolah. Sedangkan penelitian Hadfield dkk. (2024) mengenai program komunitas We Love Reading di Yordania juga menemukan bahwa meskipun peningkatan kemampuan literasi membutuhkan waktu lebih lama, kegiatan membaca nyaring terbukti mendorong sikap positif anak terhadap buku.

Satu Pekan Satu Buku

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 mencatat terdapat 93.385 TK dan RA di Indonesia. Bayangkan jika setiap lembaga tersebut menerapkan program sederhana: satu pekan satu buku. Dalam satu semester, anak-anak akan menikmati sekitar 20 judul, dan dalam satu tahun mereka bisa berinteraksi dengan 40 hingga 50 buku. Jumlah itu cukup untuk menanamkan fondasi bahwa buku adalah sahabat menyenangkan, bukan beban.

Program ini dapat dijalankan oleh guru di sekolah maupun orang tua di rumah, dengan kunci utama berupa konsistensi dan kesadaran bahwa membaca nyaring merupakan investasi jangka panjang. Kualitas buku dan cara penyampaian juga menjadi faktor penentu. Buku yang sesuai dengan umur anak serta cara bertutur yang hidup akan meninggalkan kesan mendalam. Seperti dikemukakan pakar literasi anak internasional, Mem Fox, membaca seharusnya “bukan seperti menelan obat, melainkan seperti memakan cokelat.” Artinya, buku dapat dinikmati dengan penuh kegembiraan bila sesuai dengan kemampuan anak dan dibacakan dengan keterlibatan penuh antara pembaca dan pendengar.

Gerakan Kultural Literasi

Membaca nyaring bukan sekadar metode pengajaran, melainkan gerakan kultural yang mengembalikan anak-anak pada inti literasi: menemukan makna, merasakan imajinasi, dan mencintai ilmu. Pembiasaan sederhana namun konsisten ini sangat mungkin meningkatkan kemampuan anak dalam memahami bacaan, bukan hanya membaca deretan huruf tanpa makna. Jika kebiasaan ini dihidupkan di rumah, sekolah, maupun komunitas, niscaya kita sedang menanam benih lahirnya generasi pembaca yang kuat, kritis, dan berbudaya.

Kita memang tidak bisa menghentikan derasnya arus digital. Namun, kita dapat menyeimbangkannya dengan menghadirkan buku sebagai sahabat akrab anak sejak dini. Dari kebiasaan membaca nyaring inilah, perlahan tetapi pasti, akan lahir generasi yang lebih mencintai buku daripada sekadar menjadi penonton pasif layar gawai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement