REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kawasan wisata Gunung Bromo ditutup sementara setelah terjadi kebakaran di area Bukit Teletubbies. Peristiwa ini diduga diakibatkan oleh pemotretan prewedding yang menggunakan hand flare atau suar/cerawat.
Lalu sebenarnya apa itu flare atau suar/cerawat yang digunakan dalam pemotretan tersebut? Berdasarkan KBBI Kemendikbud, cerawat atau flare didefinisikan sebagai kembang api. Benda ini biasanya digunakan sebagai alat isyarat dalam keadaan darurat.
Dari berbagai sumber juga disebutkan bahwa flare termasuk alat yang sering dipakai dalam situasi darurat, baik di perairan maupun tempat-tempat terpencil. Alat ini bekerja dengan memancarkan cahaya terang dengan warna tertentu.
Oleh karena itu, cahaya dari alat ini dapat menjadi isyarat pertolongan bagi siapapun yang melihatnya. Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Malang, Darmono mengatakan, flare saat ini tidak hanya dikenal sebagai alat atau sinyal darurat.
Alat ini nyatanya kini sering digunakan suporter bola atau demonstran dalam melakukan aksinya. “Digunakan karena ada efek cahaya dan asap yang dihasilkan bisa warna-warni,” jelas pria disapa Momon ini saat dikonfirmasi Republika, Jumat (8/9/2023).
Seiring dengan berjalannya waktu, flare juga dipakai dalam pemotretan terutama dalam prewedding. Menurut dia, konsep ini diambil karena dapat memberikan efek asap dan cahaya menarik.
Dengan demikian, nantinya mampu memunculkan nilai estetika yang menarik dalam foto yang dihasilkannya. Di sisi lain, juga perlu diketahui bahwa flare hanya menyala selama beberapa menit.
Oleh karena itu, penggunanya harus menggunakan alat tersebut dengan hati-hati. Hal yang pasti penggunaan flare harus melihat pedoman terlebih dahulu.
Dalam hal ini termasuk perlunya pendampingan dari pihak yang paham agar dipastikan aman. Sebab, alat ini menghasilkan cahaya yang sangat terang dan panas sehingga penggunaannya harus ada peralatan pelindung.