REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI -- Cuaca ekstrem yang ditandai dengan turun hujan intensitas tinggi terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali menyebutkan, cuaca ekstrem tidak berdampak signifikan terhadap sektor pertanian di Kabupaten Boyolali, di Jawa Tengah.
"Dampak cuaca ekstrem saat ini, produktivitas gabah sedikit menurun. Namun, tidak terlalu signifikan atau masih di bawah sekitar satu persen dari luas panen di wilayah Boyolali," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali, Bambang Jiyanto, di Boyolali, Jumat (19/2).
Menurut Bambang, dampak cuaca ekstrem hujan deras terhadap luas sektor pertanian sangat kecil, meski sejumlah lahan ikut terkena dampak bencana banjir. Laporan dari Desa Genengsari Kecamatan Kemusu Boyolali, pada 17 Februari 2021, tanaman padi seluas 50 hektare yang sudah menguning terkena bencana banjir, dan tanaman jagung umur sekitar 12 hingga 15 hari seluas 150 hektare gagal panen.
Bahkan, tanaman padi di Kecamatan Karanggede Boyolali seluas 5 hektare juga gagal panen karena tergenang bencana banjir. Terhadap lahan yang terkena bencana banjir tersebut, Dinas Pertanian Boyolali memberikan solusi mencarikan bantuan Cadangan Benih Nasional (CBN) melalui Dinas Pertanian Pemprov Jateng.
"Kami masih menunggu informasi dari kecamatan kemudian dikirimkan surat ke Pemprov untuk menggantikan benih guna mengurangi beban para petani yang terkena dampak banjir di Kecamatan Kemusu dan Karanggede," katanya.
Ia menyampaikan, Boyolali pada 2021 merupakan salah satu daerah lumbung pangan di Jateng dengan rencana produksi dari lahan tanaman padi seluas 50.000 hektare. "Produktivitas tanaman padi di Boyolali rata-rata antara 5,6 ton.ha hingga 5,7 ton per hektare, sehingga diperkirakan produksi tahun ini, mencapai lebih dari 279.304 ton Gabah Kering Giling (GKG)," katanya.
Kendati demikian, Dinas Pertaninan Boyolali meminta petani tetap mewaspadai dampak cuaca ekstrem dengan serangan hama yang sering berdampak gagal panen tanaman padi. "Kami justru yang paling penting pada musim ekstrim saat ini, rentan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT)," katanya.
Dinas Pertanian Boyolali bersama petugas pengaman hama dan petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) tidak henti-hentinya mengimbau para petani untuk menengok tanaman padinya. Ini agar gejala-gelaja serangan penyakit segera diketahui, dan bisa ditangani secepatnya dengan meminta pestisida ke Dinas Pertanian.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura (TPH) Supardi memaparkan serangan OPT pada 2020 antara lain, serangan hama tikus seluas 1.065 hektare, wereng batang coklat (WBC) 178 hektare, "Bacterial Leaf Blight" (BLB) atau biasa disebut petani dengan kresek seluas 78 hektare serta bercak pada daun seluas 57 hektare. "Namun, serangan OPT di Boyolali tidak meluas dan bisa dikendalikan. Kami minta petani lebih sering mengecek tanaman di sawah dengan tujuan, jika terjadi serangan OPT bisa secepatnya diketahui dapat dikendalikan," katanya.
Dinas Pertanian Boyolali juga telah menyediakan bantuan pestisida sesuai apa yang ada di masing-masing daerah. Hama ada yang wereng dan hama tikus yang sering menyerang tanaman padi petani.
"Kami siapkan bantuan-bantuan berupa pestisida sesuai kebutuhan petani. Namun, juga ada gerakan-gerakan bersama untuk pemberantasan hama tikus," katanya.