Jumat 12 Mar 2021 16:04 WIB

Milad ke-78, UII Didorong Kembangkan Nanoherbal untuk Covid

Dorongan diberikan kepada UII Nanopharmacy Research Centre.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Kampus UII Yogyakarta.
Foto: Wahyu Suryana.
Kampus UII Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Rapat Terbuka Senat Milad ke-78 mengusung tema Resiliensi di Tengah Turbulensi. Dalam pidato ilmiahnya, Guru Besar Farmasetika UII, Prof Yandi Sukri, mendorong pengembangan nanoherbal.

Dorongan diberikan kepada UII Nanopharmacy Research Centre yang saat ini memang mulai fokus mengembangkan produk obat dari bahan alam menjadi nanopartikel atau nanoherbal. Ada tiga platform teknologi nanopartikel yang dikembangkan saat ini.

Ada Self-Nano Emulsifying Drug Delivery System (SNEDDS), Nanopartikel Logam dan Polymeric Nanoparticle. SNEDDS merupakan salah satu teknik meningkatkan kelarutan dan ketersediaan hayati obat dalam tubuh, sehingga mengoptimalkan efek terapinya.

Sebagian besar ekstrak tanaman dan isolat sukar larut dalam air. Teknik dilakukan dengan melarutkan bahan tidak larut ke minyak, sehingga bila diteteskan dalam air minyak akan bercampur secara jernih dengan air yang membentuk tetesan nanometer.

Andrografolid, suatu senyawa yang diisolasi dari tanaman sambiloto dengan SNEDDS, mampu meningkatkan kadar obat dalam darah. Efeknya sebagai pengobatan diabetes melitus dibandingkan dengan produk yang tidak dibuat dalam bentuk nanopartikel.

Lalu, Propolis dari Jawa Timur juga sukses dilakukan standarisasi sebagai produk herbal dan dibuat jadi Self-Nanoemulsifying. Selain mampu meningkatkan kelarutan propolis, ini menjadi antibakteri dan immunostimulan lebih baik dari produk lain.

"Nanopartikel logam telah banyak diteliti karena keunikan sifatnya yang dapat diaplikasikan dalam bidang kedokteran dan farmasi. Nanopartikel logam perak potensial sebagai antibakteri, nanopartikel emas bermanfaat untuk antioksidan," kata Yandi, Jumat (12/3).

Biosintesis nanopartikel dari tanaman jadi strategi menjanjikan dalam nanosain dan teknologi modern. Ekstrak tanaman mengandung fenolik, terpenoid, polisakarida dan flavon bisa sebagai reduktor ramah lingkungan untuk biosintesis nanopartikel.

Ekstrak tanaman seperti daun tin, jahe, lidah buaya dan singkong berhasil dipakai sebagai senyawa reduktor biosintesis nanopartikel emas. Polimerik nanopartikel bisa untuk sistem penghantaran obat yang tertarget menuju lokasi aksi di tubuh.

"Ekstrak bawang putih dan pegagan juga telah dicoba dikembangkan dengan teknik polimerik nanopartikel ini," ujar Yandi.

Ia mengingatkan, integrasi sains dan Islam menjadi salah satu program yang telah disusun dengan baik oleh UII yang salah satunya bertujuan untuk kembali mengenang kejayaan Islam sebagaimana yang terjadi pada masa-masa kejayaan ilmuwan Islam.

Maka dari itu, kejayaan masa lalu dapat dijadikan sebagai motivasi untuk jadi lebih baik hadapi masa depan. Integrasi sains dan Islam juga bisa hilangkan dikotomi antara agama dengan sains, jadikan Alquran sebagai sumber inspirasi pembelajaran.

Dapat sebagai payung pengetahuan atau sumber inspirasi ilmu pengetahuan. Sebagai pribadi, dalam referensi dan buku resmi kefarmasian sangat jarang atau mungkin tidak ada ditampilkan zaman perkembangan pengetahuan farmasi abad pertengahan.

Kemajuan farmasi zaman keemasan Islam seakan-akan hilang dan tidak terungkap, yang dikenal hanya Hippocrates dan Galen sebagai ilmuwan pengobatan masa lalu. Bahkan, mungkin banyak kalangan farmasi tidak mengenal ilmuwan Al Biruni.

"Yang berjasa memisahkan farmasi dengan kedokteran sebagai profesi yang terpisah walau lahir pada bidang ilmu yang sama di bidang pengobatan. Kita juga harus tahu apotek pertama di dunia lahir di Baghdad akhir abad ke 8 di zaman keemasan Islam," kata Yandi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement