REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kunjungan wisatawan ke Malioboro, Yogyakarta turun drastis selama masa libur lebaran 2021. Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi mengatakan, kunjungan wisatawan per harinya tercatat hanya 500-700 orang.
Hal ini, kata Heroe, sangat berbeda jika dibandingkan dengan data harian di luar masa libur lebaran. Walaupun di masa pandemi Covid-19, kunjungan per harinya di luar libur lebaran masih di angka 2.000-3.000 orang yang masuk ke Malioboro.
"Dan di masa Sabtu dan Ahad mencapai 4.000-5.000 orang per hari," kata Heroe kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Ahad (16/5) malam.
Heroe menyebut, jumlah kunjungan wisatawan saat diterapkannya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro memang belum mencapai jumlah di 2020. Hal ini dikarenakan perjalanan luar daerah selama adanya PPKM mikro juga sangat kecil.
"Otomatis jumlah kunjungan dan orang yang menginap di Hotel sangat rendah. Termasuk di masa libur lebaran ini, sejumlah destinasi wisata dan hotel sangat rendah kunjungannya," ujar Heroe.
Sektor pariwisata khususnya di Kota Yogyakarta mengalami pukulan yang cukup besar di masa libur lebaran saat ini. Adanya kebijakan larangan mudik juga mempengaruhi kunjungan wisata dan sektor lainnya seperti hotel hingga kuliner.
"Hampir semua pelaku wisata di Kota Yogyakarta menyampaikan tentang lesunya industri wisata maupun transaksi di Malioboro, dari PKL maupun pertokoan serta oleh-oleh," jelasnya.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY sebelumnya juga menyebut, okupansi atau tingkat hunian hotel di DIY di masa libur lebaran ini sangat rendah yakni hanya 0,9 persen.
"Saat ini okupansi hanya 0,9 persen rata-rata se-DIY," kata Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono kepada Republika belum lama ini.
Walaupun begitu, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY sendiri telah meminta aparatur sipil negara (ASN) untuk melakukan staycation di hotel selama libur lebaran dalam rangka meningkatkan hunian hotel di DIY. Deddy menuturkan, hal tersebut merupakan permintaan dari PHRI DIY sendiri.
Pasalnya, kebijakan yang berubah-ubah dari pemerintah di libur panjang kerap dilakukan mendadak. Hal ini, kata Deddy, menyebabkan banyaknya pembatalan reservasi hotel.
"Kita sambut baik hal itu (imbauan ASN untuk staycation di hotel), sebetulnya itu permintaan kita karena beberapa kebijakan pemerintah yang mendadak dan berubah-ubah menjadikan banyak penundaan reservasi di hotel-hotel," ujarnya.