REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan wilayahnya tidak akan menempuh lockdown meskipun angka kasus Covid-19 melonjak satu pekan terakhir. Menurut dia, lockdown hanya merupakan opsi terakhir yang akan diambil oleh Pemerintah Daerah (Pemda) DIY jika kasus positif Covid-19 semakin tidak terkendali.
Padahal, sebelumnya Sultan sempat menyebut bahwa opsi lockdown menjadi satu-satunya cara untuk mengatasi lonjakan kasus positif Covid-19 yang saat ini terjadi di DIY. Pasalnya, kasus terkonfirmasi positif dalam beberapa hari terakhir mencapai lebih dari 500 bahkan 600 kasus yang dilaporkan per harinya.
"Tidak ada lockdown, itu pilihan terakhir," kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Senin (21/6).
Menurut Sultan, dengan diberlakukannya lockdown banyak yang akan terdampak yang salah satunya penutupan kegiatan usaha. Sementara, APBD DIY dinilai tidak mampu untuk membayar ganti rugi bagi kegiatan usaha yang ditutup jika diberlakukannya lockdown.
"Saya sudah bilang kemarin, lockdown tapi pemerintah tidak akan kuat. Karena pengertian lockdown itu totally close, orang jualan tidak ada, yang buka hanya apotek sama supermarket, yang lain tutup. pemerintah ganti duit untuk masyarakat makan, kan kita tidak kuat," ujarnya.
Pihaknya masih tetap menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro. Namun, pengaturan kegiatan dan mobilitas masyarakat lebih diperketat sesuai dengan Instruksi Gubernur (Ingub) dengan Nomor 15/INSTR/2021 terkait perpanjangan PPKM mikro yang dikeluarkan pada 15 Juni lalu.
"Keputusan kan tanggal 15 (saat diperpanjangnya) PPKM, dimana konsekuensinya jangan mudah mengatakan lockdown," jelas Sultan.