REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Pengamat Meteorologi dan Geofisika (PMG) Muda Stasiun Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Juanda Surabaya, Rendy Irawadi mengungkapkan alasan sepekan terakhir beberapa wilayah di Jatim diguyur hujan. Padahal sejatinya, sejak April 2021 sudah memasuki musim kemarau.
Rendy menjelaskan, hujan yang mengguyur hampir seluruh wilayah Jatim disebabkan adanya dinamika atmosfer. Di antaranya karena terjadi siklus gelombang Madden Julian Oscillation (MJO) dan gelombang ekuatorial Rossby, yang menunjukkan adanya aliran massa udara pemicu hujan di Jatim.
"Hujan juga terjadi karena menghangatnya suhu muka laut di perairan barat Sumatera (indeks dipole mode negatif) dan memicu munculnya pusat tekanan rendah di perairan dekat Sumatera dan Jawa. Sehingga, berakibat terjadi pemusatan aktivitas awan konvektif," ujarnya dikonfirmasi Senin (28/6).
Selain itu, lanjut Rendy, hujan juga disebakan menghangatnya suhu muka laut lokal di selatan Jawa dan Nusa Tenggara. Fenomena yersebut dinilainya berkontribusi terhadap peningkatan uap air di atmosfer.
Rendy menuturkan, dengan adanya berbagai catatan tersebut, musim kering di Jatim diperkirakan terjadi mulai awal Juli 2021. Meski begitu, BMKG akan terus melakukan update informasi perihal anomali dan potensi cuaca di Jatim dan sekitarnya.
BMKG Juanda Surabaya juga telah mengeluarkan peringatan dini 3 harian terkait hujan dengan intensitas rendah hingga lebat disertai petir dan angin kencang beberapa saat, yakni mulai 28, 29, hingga 30 Juli 2021. Sejumlah wilayah yang diperkirakan akan mengalami hujan tersebut mulai dari Malang, Pacitan, Ponorogo, Kediri, Pasuruan, Probolinggo, hingga Trenggalek.