Rabu 18 Aug 2021 16:35 WIB

Warga Perlu Pengetahuan Pemulasaraan Jenazah Terkena Covid

Jenazah covid harus ditutup kain kafan lalu menggunakan plastik atau kayu.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Pekerja dengan alat pelindung diri menurunkan peti jenazah korban COVID-19 untuk dimakamkan.
Foto: AP/Achmad Ibrahim
Pekerja dengan alat pelindung diri menurunkan peti jenazah korban COVID-19 untuk dimakamkan.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pemulasaraan jenazah terinfeksi Covid-19 atau diduga kuat terinfeksi disarankan dilakukan oleh orang yang terlatih untuk menangani. Namun, melihat lonjakan kasus diperlukan peran serta masyarakat dalam pemulasaraan jenazah.

Kepala Instalasi Forensik RS Bhayangkara Polda DIY, dr Aji Kadarmo mengatakan, masyarakat perlu diberi pengetahuan dan pelatihan. Keterlibatan masyarakat ini bisa lewat dua cara yaitu menjadi relawan di RS atau fasilitas kesehatan lain.

"Melalui koordinasi antara RT dengan puskesmas terdekat bisa dibentuk kelompok pemulasaraan jenazah di desa dengan memerhatikan ketentuan syariat agama," kata Aji dalam seminar yang digelar Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII), Rabu (18/8).

Masyarakat perlu pahami penyelarasan aspek agama, aspek kesehatan, dan proses protokol kesehatan yang perlu diperhatikan. Sebab, cairan tubuh dari jenazah berkemungkinan untuk menularkan virus, sehingga perlu prosedur desinfeksi.

Menimbang aturan Kemenag dalam pemulasaraan jenazah, khususnya untuk Muslim, jenazah covid harus ditutup kain kafan lalu menggunakan plastik atau kayu. Jenazah yang sudah dibungkus tidak bisa dibuka lagi, kecuali keadaan darurat.

Salah satunya autopsi dengan maksimal disemayamkan selama empat jam. Kemudian, jenazah boleh dishalatkan di RS rujukan atau masjid yang sudah dilakukan proses pemeriksaan sanitasi secara menyeluruh dan melakukan desinfeksi usai menyolati.

"Hal penting lain lokasi penguburan berjarak minimal 50 meter dari sumber air tanah dan 500 meter dari permukiman. Kedalaman liang 1,5 meter, dengan tinggi gundukan tanah satu meter," ujar Aji.

Dosen FK UII, dr Agus Taufiqurrahman menerangkan, ada keresahan dari kejadian-kejadian yang dinilai kurang memerhatikan hak kewajiban seorang Muslim. Salah satunya penolakan terhadap jenazah pasien covid yang terjadi di berbagai daerah.

Padahal, kewajiban Muslim terhadap Muslim lain antara lain menjawab salam, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, mendoakan Muslim yang bersin, dan mengantar jenazah. Penanganan jenazah dalam keadaan normal ada empat hal.

Mulai memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan menguburkan. Pertama pejamkan matanya, katupkan mulutnya, dekapkan tangannya, luruskan badan-kakinya, dan ucapkan kalimat tarji. Sedangkan, untuk jenazah covid sudah diatur Fatwa MUI.

Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 sudah menerangkan pengurusan jenazah (tahjiz al-jana’iz) yang terpapar covid. Terutama, dalam hal memandikan dan mengkafani yang harus dilakukan sesuai protokol medis dengan tetap memperhatikan syariat.

"Sedangkan, untuk menshalatkan dan menguburkan dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar covid," kata Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement