Jumat 27 Aug 2021 19:31 WIB

Sleman Kembali Ekspor Salak ke Kamboja

Ekspor salak mulai turun ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia 2020.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Mas Alamil Huda
Kabupaten Sleman adalah salah satu sentra andalan salak Pondoh yang saat ini rutin ekspor ke negara China. Kondisi iklim dan agroklimat yang sesuai dan lokasi sentra berdekatan dengan lereng Gunung Merapi, menjadikan salak ini dapat tumbuh subur dan berproduksi optimal.
Kabupaten Sleman adalah salah satu sentra andalan salak Pondoh yang saat ini rutin ekspor ke negara China. Kondisi iklim dan agroklimat yang sesuai dan lokasi sentra berdekatan dengan lereng Gunung Merapi, menjadikan salak ini dapat tumbuh subur dan berproduksi optimal.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung tidak menjadi kendala bagi Sleman kembali mengekspor salak ke Kamboja. Secara simbolis pelepasan truk muatan salak dilakukan dengan pemecahan kendi di CV Mitra Turindo, Imorejo, Wonokerto, Turi.

Ketua Paguyuban Petani Salak Pondoh, Suroto, mengatakan, ekspor salak sudah mereka lakukan sejak 2017 sebanyak 150 ton, meningkat pada 2018 jadi 350 ton dan 2019 mampu jadi 650 ton. Namun, mulai turun ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia 2020.

Ekspor buah salak dari Sleman menjadi 160 ton saja karena terkendala terbatasnya transportasi untuk ekspor. Meski begitu, seiring kasus Covid-19 mulai terkendali perlahan pada 2021 Sleman sudah dapat melakukan ekspor kembali melalui jalur laut.

"Alhamdulillah pada 2021 ini perlahan-lahan bisa kembali mengekspor salak ke Kamboja lima ton per pekan dengan kapal laut. Harapannya, jalur udara segera dibuka, sehingga ekspor dapat meningkat kembali," kata Suroto, Jumat (27/8).

Selain transportasi, kendala lain dalam pemenuhan kebutuhan ekspor adalah gairah petani salak yang mulai berkurang di Sleman. Karenanya, ia berharap pemda maupun dinas terkait dapat membuat program yang dapat meningkatkan kembali gairah pertanian.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Sugeng Purwanto, menuturkan, salak menjadi salah satu dari dua komoditi di DIY yang sudah tembus ekspor. Selain salak dari Sleman, ada gula semut dari Kulonprogo yang juga sudah tembus ekspor. "Dengan angka rata-rata Rp 53 miliar per tahun," ujar Sugeng.

Sugeng menilai, penurunan produktivitas salak menjadi masalah yang harus mendapat perhatian Pemda DIY dan Pemkab Sleman. Selain regenerasi petani, alih fungsi lahan dan usia tanaman yang capai 20 tahun juga membuat penurunan produktivitas salak.

Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa, menambahkan, buah salak menjadi salah satu ikon Kabupaten Sleman. Ia melihat, luas lahan pertanian salak di Kapanewon Turi, Tempel dan Pakem yang kurang lebih 3.000 hektar kini aktif 1.500-2.000 hektare.

Dari luas lahan tersebut, ada 34 kelompok petani salak yang menggarap. Danang berharap, dengan dilakukan peluncuran aktivitas ekspor kembali ke Kamboja ini sekaligus mampu membangkitkan lagi semangat petani-petani salak di Sleman.

"Jika nanti dibutuhkan peremajaan, pendampingan dan lainnya kami bersama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY siap," kata Danang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement