Senin 06 Sep 2021 16:58 WIB

Pakar: Covid Varian Mu Mutasi dari Varian Alfa

Penyebaran Covid varian Mu lebih lambat dari varian delta.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Bayu Hermawan
Covid 19 (ilustrasi)
Foto:

Kendati demikian, ia mengakui daya sebar varian Mu ini tidak secepat varian Delta. Apalagi varian Delta sudah menjadi mayoritas 90 persen kasus di dunia dan 60 persen di Indonesia. Terkait Covid-19 yang terus bermutasi, ia membenarkannya. Ia menjelaskan, Covid-19 adalah virus yang akan terus bermutasi yang bisa menjadi dua arah yaitu menjadi ganas dan yang lainnya jadi kurang ganas. 

Kalau mutasi virus menjadi kurang ganas, ia menyontohkan itu yang terjadi pada mutasi flu Spanyol 100 tahun yang lalu dan kini kemudian menjadi flu biasa. Ia berharap mutasi Covid-19 bisa menjadi kurang ganas karena ini bisa segera mengakhiri pandemi.  "Kalau mutasinya jadi kurang ganas dan cepat menyebar maka itu ciri-ciri akhir pandemi," ujarnya.

Sayangnya, dia menambahkan, yang diperhatikan hanya selalu yang berpotensi jadi lebih ganas seperti varian Delta. Ia menjelaskan, varian Delta yang mempunyai daya sebar luar biasa tinggi dan lebih mudah menyebar antarorang meski tidak ganas. Oleh karena itu, untuk melindungi diri maka ia meminta masyarakat segera divaksin. 

"Sebab, vaksin masih efektif untuk melindungi virus ini. Masyarakat segera vaksin diri masing-masing," katanya.

Ia menambahkan, ini penting dilakukan karena tren perkembangan terakhir kasus Covid-19 di Eropa seperti Inggris dan Jerman ternyata kembali naik. Padahal, dia melanjutkan, target vaksinasi di negara-megara tersebut sudah mencapai 60 atau 70 persen, tetapi kasus Covid-19 kembali melonjak meski kematiannya tidak menjadi tinggi. Artinya, dia menjelaskan, vaksinasi hanya mampu menekan risiko kematian tetapi tidak mampu mencegah transmisi komunitas. Padahal, awalnya vaksin diharapkan bisa melindungi transmisi di lingkungan komunitas.

"Dari sana saya melihat pemerintah harus merevisi kembali target vaksinasi yang tadinya 70 persen, kalau bisa sekarang diatas 90 persen atau bahkan bisa 100 persen. Sebab, nampaknya vaksin tidak terlalu menekan transmisi komunitas," ujarnya.

Ia menambahkan, setiap orang tetap mendapatkan dua dosis karena walau antibodi hilang, kekebalan seluler masih ada. Yang penting, dia melanjutkan, tubuh sudah mengenal virus yang bertahan seumur hidup yaitu melalui sel memori. Namun, ia mengingatkan semua varian virus harus dicegah untuk menginfeksi diri sendiri atau orang lain. 

Jadi, dia meminta, masyarakat yang belum divaksin segera divaksin karena vaksin masih efektif untuk semua varian. Kemudian bagi yang sudah divaksin tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes), terutama menghindari kerumunan, bukan memakai masker. Sebab apapun variannya, upaya pencegahannya sama saja. Ia meminta tetap lakukan protokol kesehatannya terutama menghindari kerumunan serta vaksin.

"Prokes yang utama adalah menghindari kerumunan, bukan memakai masker," katanya.

Ia menambahkan kalau seseorang pakai masker dan pergi ke tempat publik kemudian berkerumun maka matanya tidak terlindungi atau badan serta pakaian bisa tercemar. Ia menambahkan, ini jadi potensi sumber penularan sehingga prokes yang utama adalah menghindari kerumunan.  

"Karena kalau ada orang yang tidak disiplin prokes dan orang tanpa gejala kemudian bergabung dalam kerumunan itu maka virus bisa masuk melalui mata, mencemari pakaian, mencemari badannya, dan bisa menulari orang lain. Jadi prokes yang utama adalah menghindari kerumunan, karena kalau tidak ada di kerumunan, tak perlu pakai masker," ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement