REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tim Mahasiswa Filsafat UGM yang terdiri dari Ahmad S H Safikri, Naufal Ridhwan Aly, dan Muhammad Hasbul Wafi melakukan penelitian tradisi perang obor yang ada di Desa Tegalsambi,Tahunan, Jepara, Jawa Tengah. Seperti diketahui perang obor adalah atraksi dua pria saling memukulkan obor ke tubuh lawannya. Tradisi ini sebagai bentuk syukur masyarakat setempat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas melimpahnya rezeki,kesehatan dan keselamatan.
Dalam penelitian Ahmad Safikri dan kawan-kawan yang bertajuk "Internalisasi Nilai-Nilai Ketuhanan dalam Tradisi Perang Obor Jepara Ditinjau dari Perspektif Hierarki Nilai Max Scheler”, menuturkan bahwa terdapat nilai-nilai dalam Perang Obor yang sarat unsur spiritual yang dinilai mampu membendung paham materialisme, atau setidaknya berakulturasi dengan nilai yang ada sehingga tidak saling mendominasi.
“Kita memperoleh fakta bahwa tradisi Perang Obor mengandung nilai-nilai spiritual yang kental seperti rasa syukur kepada Tuhan, penghormatan terhadap nenek moyang, toleransi, dan empati terhadap sesama,” kata Safikri, Senin (6/9)
Dalam nilai-nilai spiritual dalam hierarki nilai Max Scheler, kata Safikri, tradisi Perang Obor masuk ke dalam tingkatan kejiwaan dan kerohanian yang bersifat tahan lama dan tidak dapat dibagi. Nilai ini berkebalikan dengan materialisme yang nilainya dapat dibagi dan tidak tahan lama. Oleh karena itu penelitian ini menurutnya memberikan refleksi bagi masyarakat terhadap fakta-fakta yang terjadi dewasa ini, khususnya paham materialisme. “Penelitian ini penting dilakukan karena hirarki nilai Scheler penting dijadikan pertimbangan bagi upaya meningkatkan kualitas harkat dan martabat manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia,” kata Safikri.
Menurut Safikri, tradisi Perang Obor yang mengandung nilai-nilai spiritual potensial menangkal paham materialisme di Indonesia. Sebab dalam tradisi Perang Obor terdapat bentuk penghormatan terhadap nenek moyang, toleransi dan empati terhadap sesama, dan kesetiakawanan. “Nilai-nilai tersebut menggambarkan bentuk indigenous masyarakat setempat,” katanya.
Safikri berpendapat paham materialisme makin menguat di tingkat masyarakat seiring perkembangan teknologi sebagai bagian modernitas telah mengubah paradigma masyarakat ke arah dekadensi. Materialisme hanya memfokuskan diri kepada materi dan tidak hirau terhadap nilai-nilai kehidupan selain materi.