REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berharap keajaiban sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mereka berharap presiden membatalkan pemecatan puluhan pegawai akibat hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) yang ditemukan banyak kecacatan administrasi.
"Saat ini kami dalam posisi masih berharap pada putusan Presiden walaupun tentu kami nggak maksa presiden," kata Pegawai KPK non aktif, Hotman Tambunan di Jakarta, Selasa (28/9).
Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi KPK nonaktif itu mengaku akan tetap mengajukan upaya hukum kalaupun presiden Jokowi memilih tidak merespon polemik yang terjadi. Kendati, dia masih berharap presiden Jokowi mengambil alih penyelesaian polemik tersebut.
"Jikapun misalnya presiden tak bersikap, maka kami pun tak perlu menangisinya. Paling mengambil langkah hukum harapan berikutnya hanya pada hakim," katanya.
Jelang pemecatan, Hotman mengaku, saat ini pimpinan KPK sudah tidak membuka komunikasi apapun terhadap puluhan pegawai yang dipecat. Dia mengatakan, saat ini, hanya akan mengikuti putusan pimpinan lembaga antirasuah tersebut.
"Saat ini kami berproses untuk menyelesaikan segala urusan administrasi terkait pemberhentian kepegawaian kami," katanya.
Seperti diketahui, KPK resmi memecat 57 pegawai yang dinilai tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan TWK, termasuk penyidik senior Novel Baswedan. Pemberhentian tersebut berlaku efektif per 1 Oktober 2021 nanti.
TWK merupakan proses alih pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi polemik lantaran dinilai sebagai upaya penyingkiran pegawai berintegritas. Ombudsman juga telah menemukan banyak kecacatan administrasi serta didapati sejumlah pelanggaran HAM oleh Komnas HAM.
Meski demikian, KPK dinilai mengesampingkan temuan Ombudsman dan Komnas HAM terkait pemecatan pegawai. Pimpinan KPK hanya berpegang serta menyinggung putusan MA dan MK yang menyatakan pelaksanaan TWK sah.