REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Silvy Dian Setiawan/Jurnalis Republika
Sri Yantini (51), seorang guru honorer yang baru saja lolos seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2021, setelah 18 tahun mengabdi. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang berdomisili di Sumbersari, Moyudan, Kabupaten Sleman, ini bersyukur karena menjadi salah satu guru honorer yang diangkat menjadi PPPK.
Selama 18 tahun mengabdi, Sri sudah berkali-kali pindah sekolah. Gaji yang didapat sebagai guru honorer dibilang tidak pantas bagi mereka yang merupakan pahlawan tanpa tanda jasa.
Sri pernah mengajar di beberapa Taman Kanak-kanak (TK) Tunas Melati, bahkan juga sempat pindah ke TK Kartini Semi Sari di Kabupaten Sleman. Sri sudah mengabdi sebagai guru TK sejak 2003.
"Dulu saya mengajar di TK karena belum punya kualifikasi S1," kata Sri kepada Republika melalui sambungan telepon, Ahad (10/10).
Saat menjadi guru TK, penghasilannya sangat minim. Bahkan, dibilang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan ibu dengan dua anak ini.
Selama menjadi guru TK, Sri hanya mendapat penghasilan dari yayasan sebesar Rp 300 ribu per bulan. Dengan penghasilan yang tidak sebanding dengan perjuangannya sebagai guru, Sri tetap semangat mengajar anak-anak.
Kecintaannya kepada anak-anak, tidak membuat semangatnya luntur menjadi seorang guru. Sehingga, bertahun-tahun pun dilalui dengan berbagai keterbatasan penghasilan untuk tetap mengajar.
"Saya senang mengajar, ingin menyalurkan ilmu ke anak-anak dan saya dari dulu sekolahnya memang keguruan, di SPG (Sekolah Pendidikan Guru)," ujar Sri.
Pada 2014, Sri mendapat program beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S1 dari Kementerian Agama (Kemenag). Lulus S1 pada 2018, Sri memutuskan untuk pindah ke SD Negeri Godean 1, Sleman.
"Sekarang mengajar di SD, saya pindah mengajar yang relevan (dengan pendidikan S1), kalau (mengajar) di TK (harus lulusan) S1 PAUD," jelasnya.
Saat menjadi guru SD, penghasilan Sri sudah meningkat dari sebelumnya. Walaupun begitu, penghasilannya masih dikatakan belum mensejahterakan guru.
Pasalnya, selama menjadi guru SD dengan status honorer atau guru tidak tetap (GTT), Sri hanya mendapatkan sekitar Rp 700 ribu per bulan. Ditambah insentif yang hanya didapat dari Pemerintah Kabupaten Sleman sebesar Rp 700 ribu.
Namun, setelah 18 tahun mengabdi, Sri bersyukur dengan adanya seleksi PPPK. Sri mengikuti seleksi PPPK di 2021 ini, dan lolos di seleksi tahap pertama yang diumumkan pemerintah pada Jumat (8/10) kemarin.
Setidaknya, kata Sri, kehidupan guru bisa lebih sejahtera dengan adanya program PPPK ini. "Alhamdulillah ada PPPK, saya bersyukur sekali, mudah-mudahan ini menjadi berkah dan jelas lebih sejahtera karena gajinya (PPPK) sudah seperti ASN. Bersyukur, alhamdulillah," katanya.
Sri pun menceritakan suka duka saat mengikuti seleksi PPPK. Sri sempat sakit di hari pelaksanaan uji kompetensi PPPK beberapa waktu lalu.
Ia merasa pusing dan mual saat mengikuti seleksi, bahkan ia sempat izin keluar ruangan untuk mendapatkan obat dari panitia seleksi. Menurutnya, kondisi badannya yang kurang fit disebabkan karena Sri sempat merasa cemas dan panik.
"Belum selesai mengerjakan semua soal, tidak enak badan dan seperti melayang, kepala pusing dan mual. Mungkin karena di perjalanan sudah panik duluan," tambahnya.
Meskipun begitu, Sri bersyukur karena menjadi salah satu peserta yang lolos PPPK. Ia pun berharap pemerintah memberikan perhatian dalam rangka mensejahterakan guru, terutama guru honorer yang sudah mengabdi bertahun-tahun dengan honor yang sangat minim.
"Alhamdulillah bersyukur sekali (bisa lolos) walaupun tidak maksimal saat tes karena kondisi kesehatan," ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengumumkan hasil seleksi PPPK guru, Jumat (8/10). Mendikbudristek, Nadiem Makarim mengatakan, untuk pertama kalinya dalam sejarah guru honorer dapat mengambil seleksi dalam upaya membuktikan kelayakannya menjadi PPPK.
Nadiem menegaskan, pemerintah terus berkomitmen meningkatkan kesejahteraan guru honorer pada sekolah negeri melalui seleksi yang diselenggarakan. Melalui rekrutmen guru honorer menjadi PPPK, maka status kepegawaian guru sebagai ASN akan menjadi jelas.
Langkah ini, menurutnya, sekaligus bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan kepada guru. Serta, sebagai upaya mengangkat derajat guru karena profesi mereka yang mulia dan terhormat.
"Sangat menyedihkan ada situasi di mana banyak guru yang baik dengan tingkat kompetensi yang bagus menerima gaji dari Rp 200 ribu sampai Rp 500 ribu per bulan. Dan ini jadi PR terbesar pemerintah pusat dan daerah untuk bisa memberikan keadilan bagi para guru honorer," kata Nadiem.