Jumat 22 Oct 2021 13:04 WIB

Bantul Mulai Implementasikan Teknologi Wolbachia

Teknologi Wolbachia terbukti efektif menurunkan kasus dengue 77 persen.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Petugas menempatkan ember berisi telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia pada halaman rumah warga.
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Petugas menempatkan ember berisi telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia pada halaman rumah warga.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Kabupaten Bantul, DIY, akan mengimplementasikan teknologi Wolbachia sebagai strategi pelengkap pengendalian DBD. Meski kasus DBD Bantul tahun ini melandai, namun beberapa kali angka kasus DBD berada di peringkat tertinggi seluruh DIY.

Program dilaksanakan Dinas Kesehatan Bantul. Bekerja sama Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada dan WMP Yogyakarta dan Yayasan Tahija melalui Wolbachia Wis Masuk Bantul (Wow Mantul).

World Mosquito Program mengembangkan sebuah metode ilmiah untuk mengurangi penyebaran virus dengue dengan memakai bakteri alami yang disebut Wolbachia. Bakteri ini yang mampu menekan replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk.

Sehingga, diharapkan dapat menurunkan kemampuan nyamuk dalam menularkan dari satu orang ke orang lain. Kepala Dinkes Bantul, Agus Budi Raharja mengatakan, program Wow Mantul bertujuan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Bantul.

Berdasarkan penelitian yang menggunakan metode Randomized Controlled Trial yang dilakukan di Kota Yogyakarta, teknologi Wolbachia terbukti efektif menurunkan kasus dengue 77 persen. Serta, menurunkan tingkat rawat inap DBD 86 persen.

"Dengan diterapkannya teknologi Wolbachia diharapkan bisa mengurangi beban masyarakat yang disebabkan oleh dengue dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat," kata Agus.

Diterapkan di 11 kapanewon, 38 kalurahan dan 519 padukuhan, bekerja sama 18 puskesmas. Implementasinya, dilakukan dengan menitipkan ember berisi telur nyamuk ber-Wolbachia di rumah warga sukarela dan di beberapa fasilitas umum.

Antar titik pelepasan nyamuk ber-Wolbachia berjarak sekitar radius 50-75 meter. Penitipan ember telur nyamuk tersebut hanya dilakukan satu periode selama enam bulan. Program ini bersinergi dengan program pengendalian DBD lain yang ada.

"Harapannya, bisa turunkan kasus DBD di Bantul secara signifikan. Partisipasi dan kerja sama berbagai pihak jadi kunci keberhasilan WoW Mantul," ujar Agus.

Peneliti Pendamping WMP Yogyakarta, dr Riris Andono Ahmad menuturkan, teknologi Wolbachia ini aman karena merupakan bakteri alami yang dapat ditemukan dari 60 persen serangga. Selain itu, bakteri ini cuma bisa hidup di dalam sel serangga.

Ia menekankan, Wolbachia tidak menyebabkan penyakit kepada manusia. Selain itu, nyamuk Ae.aegypti ber-Wolbachia yang disebarkan bebas dari DBD dan chikungunya, sehingga efektif turunkan penyebaran DBD dan penyakit lain yang dibawa nyamuk.

Kemenristek dan Balitbangkes Kemenkes pada 2016 telah melakukan kajian resiko yang dilakukan terhadap teknologi Wolbachia. Hasilnya, menunjukkan jika risiko penerapan teknologi Wolbachia dalam kurun 30 tahun ke depan dapat diabaikan.

"Walaupun di Bantul akan dilepaskan nyamuk Ae.aegypti ber-Wolbachia, masyarakat perlu tetap menjalankan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan melakukan 3M serta menjaga perilaku hidup bersih dan sehat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement