REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemandangan hijau nampak menyejukkan mata di Bukit Kuneer, kompleks Kebun Teh Wonosari, Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Suasana semakin menenangkan pikiran di kala suhu udara sejuk menyelimuti lokasi yang berada di ketinggian sekitar 95 meter hingga 1250 meter.
Kompleks perkebunan teh Wonosari tidak hanya memiliki keindahan alam yang menenangkan pikiran pengunjung. Namun juga mempunyai nilai sejarah yang kuat. Hal ini terlihat pada monumen peringatan seabad tanaman teh di lokasi tersebut.
Manajer kebun teh Wonosari, Khubul Wathoni Ahsani menjelaskan, kebun ini awalnya dikembangkan oleh peneliti asal Jerman pada 1855. Peneliti berupaya melihat potensi perkebunan di tempat yang cukup terkenal di Kabupaten Malang ini. "Kemudian pada 1875, mulai ditanami kopi dan kina oleh perusahaan Belanda bernama NV Cultuur Maathappy," kata pria disapa Ahsani ini.
GM Verhey merupakan direktur pertama yang mengelola NV Cultuur Maathappy. Setelah Verhey meninggal, istrinya yang bernama Carlota Teodota menggantikan kedudukannya pada 1885. Kemudian pada 1910, anak dari pasangan tersebut, yakni Cornelis melanjutkan bisnis perkebunan dengan menanam teh untuk pertama kalinya.
Sejak masa pimpinan Cornelis, tanaman teh yang berada di kebun Wonosari masih bisa ditemukan hingga saat ini. Melihat pentingnya jejak sejarah tersebut, maka pengelola membuat monumen untuk peringatan seabad tanaman tersebut pada 2012. Monumen ini ditandatangani oleh Direktur Utama Irwan Basri.
Berdasarkan catatan sejarah, pabrik teh Wonosari mulai didirikan pada 1912. Setelah masa tersebut, kebakaran lahan sering terjadi di kebun teh Wonosari.
Selanjutnya, pengelolaan kebun diambil alih oleh kelompok lain pada 1926. Namun pengelola masih tetap memproduksi tanaman teh. Perubahan justru terjadi saat masa penjajahan Jepang di mana produksinya dialihkan menjadi singkong dan kentang.
Perubahan produksi tanaman di kebun teh Wonosari tidak berlangsung lama. Pasalnya, Jepang sudah terlebih dahulu dikalahkan oleh Amerika Serikat pada Perang Pasifik. Kebun dan pabrik pun diambil alih oleh negara sehingga bisa memproduksi teh kembali.
Saat ini, pabrik teh di Wonosari bisa menghasilkan 24 ton teh per hari. Bahkan, pabrik bisa memproduksi lebih dari hasil tersebut jika permintaan tinggi. Selain itu, pabrik teh Wonosari juga melayani permintaan ekspor ke sejumlah negara di Eropa, terutama untuk komoditas teh hitam.
Diminati wisatawan
Bukit Kuneer yang berada di kompleks kebun teh Wonosari termasuk salah satu area yang paling diminati wisatawan. Pasalnya, wilayah tersebut menyajikan kolam renang, berkuda, ATV, edukasi teh, kereta kelinci, dan museum teh. Warung-warung makan juga buka dengan berbagai menu pilihan di lokasi itu.
Tiket masuk ke kebun teh Wonosari sekitar Rp 8.000 per orang pada hari biasa. Namum pada akhir pekan atau hari libur nasional, tiketnya bisa mencapai Rp 12 ribu per orang.
Namun untuk wisatawan yang hendak menikmati matahari terbit, mereka harus mengambil paket Rp 350 ribu per empat orang. Wisatawan berangkat pukul 04.00 WIB menuju Bukit Kuneer dengan jarak tempuh sekitar 15 menit dengan kendaraan. Untuk bisa berangkat pagi, wisatawan bisa menginap di banyak pilihan tempat yang berada di sekitar lokasi.
Salah seorang wisatawan, Nana, mengaku sengaja datang ke Bukit Kuneer karena mendengar pemandangan matahari terbitnya bagus. Bahkan, pemandangannya lebih bagus dibanding matahari terbit di Gunung Bromo. Apalagi dia mendapatkan suguhan teh dari pengelola sehingga terasa lebih nikmat.
Hal yang paling menyenangkan adalah saat mendapatkan kesempatan belajar cara membuat teh. Dia bisa mengetahui banyaknya khasiat dari minum teh seperti menurunkan tekanan darah tinggi dan melancarkan metabolisme tubuh.
Bahkan, dia juga bisa tahu bahwa teh celup tidak boleh digunakan lebih dari dua menit di dalam air. “Itu agar kandungan bahan kimia di kantong teh tidak ikut larut dalam air,” kata dia menambahkan.