REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Indonesia terkenal dengan kekayaan pengobatan tradisional yang sudah dipercaya ampuh sejak zaman nenek moyang. Namun, belum banyak penelitian yang membuat pengobatan tersebut divalidasi sebagai pengobatan formal seperti di rumah sakit. Oleh karena itu, eksplorasi bersama untuk mengembangkan pengobatan tersebut dinilai diperlukan.
"Semoga hal ini bisa terus dikembangkan sehingga mampu menjadi keunggulan di Indonesia," ujar Wakil Dekan I Fakultas Farmasi, Prof Triana Hertiana saat konferensi pers The 2021 Virtual Summer Course on Interprofessional Health Care, Senin (1/11).
Kegiatan yang digelar Fakultas Kedokteran-Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Gigi dan Farmasi UGM tersebut akan berlangsung 1 November hingga 12 November mendatang. Kegiatan tersebut mengusung tema 'Complementary Healthcare and Functional Food'.
Wakil Dekan I FK-KMK UGM, Prof Gandes Retno Rahayu, mengatakan acara ini memiliki tujuan besar, yakni untuk menggali minat mahasiswa agar mampu merasionalisasi secara sains pengobatan-pengobatan tradisional.
"Sehingga tak hanya dipercaya akibat pengalaman pengguna, tetapi juga mampu dijelaskan secara ilmiah. Dengan begitu, harapannya pengobatan tradisional tersebut mendapat kepercayaan masyarakat luas," tutur Gandes.
Acara ini dilengkapi dengan beberapa panel yang diharapkan dapat menggugah mahasiswa. Pertama mahasiswa akan dikenalkan pada local wisdom dan eat healthness baru kemudian complementary healthcare.
Pengenalan tersebut diharapkan dapat memperdalam pemahaman mahasiswa bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam bidang kesehatan. Lebih dari itu, Gandes mengungkapkan, perlu adanya eksplorasi bersama untuk mengembangkan kekayaan tersebut.
Sayangnya, bahan obat-obatan masih banyak yang impor akibat belum tervalidasinya kualitas bahan-bahan dari Indonesia. Padahal, banyak makanan sehat atau bahan obat-obatan yang saat ini telah dikembangkan di Indonesia, seperti jahe merah dan temulawak.