REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Guru besar ilmu botani farmasi Universitas Airlangga (Unair) Prof. Mangestuti Agil mengomentari pengakuan dari Uniesco yang menetapkan jamu sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb). Mangestuti menyebut, pengakuan itu sangat luar biasa, karena artinya Unesco mengakui bahwa dengan meminum jamu membuat orang Indonesia lebih sehat.
Mangestuti berharap, pengakuan itu bisa menghilangkan keraguan dalam diri masyarakat Indonesia untuk membiasakan diri meminum jamu. Meski demikian, lanjut Mangestuti, konsumsi jamu harus tetap diimbangi dengan penerapan pola hidup yang sehat.
"Ramuan jamu jangan dipandang sebagai obat. Kalau kita pandang sebagai obat kita hanya minum kalau kita sakit. Itu yang agak kurang tepat menurut saya," kata Mangestuti, Selasa (2/1/2024).
Ia juga mengajak generasi muda untuk ikut andil berperan melestarikan jamu sebagai budaya sehat. Menurutnya, generasi muda harus mau mencoba memanfaatkan bahan alam ramuan jamu. Apalagi, kata dia, di dalam jamu terdapat zat bioaktif, yang tidak ada dalam obat sintetis.
"Ada zat khusus ada dalam bahan alam namanya zat bioaktif. Nah contoh zat bioaktif antara lain golongan alkaloid, terpenoid, fenol. Golongan-golongan begitu yang tidak ada di obat sintesis," ujarnya.
Mangestuti pun meluruskan terkait cara meminum jamu dengan metode kekinian. Ia menjelaskan, bahan herbal yang diracik dan dicampur susu atau soda belum dapat disebut jamu, melainkan minuman herbal yang berasal dari bahan alam.
"Misalnya minuman rosella, rosella warnanya kan merah kaya sirup gitu. Oh itu bagus banget, tapi bukan minuman jamu, itu minuman herbal. Jadi paling tidak dengan minum bahan herbal mengurangi bahan kimia yang masuk ke tubuh kita," ucapnya.